REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembacaan putusan terkait permohonan uji materi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada terkait pemilu serentak. Dalam pertimbangannya, hakim MK tetap mempertahankan pemilu serentak untuk pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), anggota DPR, serta DPD secara serentak.
"Tetap mempertahankan keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu DPR dan DPD dengan pemilihan presiden dan wakil presiden," ujar Anggota Majelis Hakim Konstitusi, Saldi Isra dalam persidangan, Rabu (26/2).
Hal itu disampaikan Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 55/PUU-XVII/2019 itu terkait uji materi Undang-Undang tentang Pemilu dan UU tentang Pilkada yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Perludem meminta pemisahan pemilihan umum antara nasional (Pilpres, Pileg DPR dan DPD) dan lokal (kepala daerah dan DPRD).
Saldi menjelaskan, pertimbangan demikian baik secara doktriner maupun praktik merupakan konsekuensi logis dan upaya penguatan sistem pemerintahan presidensial. Akan tetapi, MK membuka peluang peninjauan dan penataan kembali pemilu serentak yang dilaksanakan pada Pemilu 2019 yakni Pilpres serta Pileg DPR, DPD, dan DPRD.
Namun, Saldi menegaskan, secara konstitusional dengan mempertimbangkan sistem pemerintahan presidensial, pilpres dan pemilihan anggota DPR serta DPD harus dilakukan serentak. Di sisi lain, MK memberikan enam alternatif model pemilu dengan tetap memperhatikan makna pemilu serentak dalam putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 sehingga tetap konstitusional.
Pertama, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan pemilihan anggota DPRD. Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati/wali kota.
Ketiga, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, anggota DPRD, gubernur, dan bupati/wali kota. Keempat, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/wali kota.
Kelima, pemilu serentak nasional untuk memilih abggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD provinsi, gubernur, dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih DPRD kabupaten/kota dan memilih bupati/wali kota.
"Enam, pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden," kata dia.
Ia mengatakan telah tersedia berbagai kemungkinan pelaksanaan pemilu serentak. Penentuan model yang dipilih menjadi kewenangan bagi pembentuk undang-undang untuk memutuskannya.
Namun, ia menegaskan, dalam memutuskan pilihan model atas keserentakan pemilu, pembentuk undang-undang perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pemilihan model yang berimplikasi pada undang-undang dilakukan dengan partisipasi semua kalangan yang memiliki perhatian atas pemilu
Kemudian, kemungkinan perubahan undang-undang dengan berbagai model tersebut dilakukan lebih awal sehingga tersedia waktu untuk dilakukan simulasi sebelum perubahan tersebut benar-benar efektif dilaksanakan. Pembentuk perundang-undang menentukan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan model yang tersedia.
Sehingga pelaksanaanya tetap dalam batas penalaran yang wajar terutama dalam mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas. Lalu, pilihan model selalu memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam pelaksanaan hak untuk memilih sebagai wujud hak kedaulatan rakyat.
"Tidak acap kali merubah model pemilihan langsung yang diselenggarakan serentak sehingga terbangun kepastian dan kemapanan pelaksaan pemilu," tutur Saldi.