REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Nugroho Habibi/Jurnalis Republika
Tak ada lagi aktivitas memesan dan melayani di rumah makan Rindu Alam. Sepi, Lantai kotoran, air bekas hujan masih menggenag di lantai dan sampah berserakan tak terangkut di pojokan.
Sejak Kamis (20/2), rumah makan yang telah berdiri tahun 1980 itu telah resmi ditutup. Izin kerjasama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) telah selesai.
"Kalo upaya perpanjangan ada pasti. Tapi kita balikin ke Pemprov Jabar," kata Yulius Adam Adji kepada Republika, Rabu (26/2).
Rindu Alam bukan hanya sebatas rumah makan yang berada di tengah geliat para wisatawan Puncak. Lebih dari itu, rumah makan yang berlokasi di ketinggian sekira 1.443 meter dari permukaan laut itu merupakan bagian dari sejarah Puncak, apalagi bagi Adam selaku pemilik.
Adam telah menjadi generasi kedua dari sang pendiri Rindu Alam, Letnan Jendral Ibrahim Adjie. Sejak kecil, Adam menceritakan sangat akrab dengan Rindu Alam. Ia kerap mengunjungi restoran untuk menikmati santapan sekaligus menghirup udara segar.
Bahkan, tak jarang Adam bermain dengan para pengunjung maupun karyawan. Terlebih, sebagian besar para karyawan telah bekerja puluhan tahun untuk Rindu Alam. "Kami di sini memiliki 60 karyawan," kata dia.
Kini, puluhan karyawan tersebut harus kehilangan pekerjaan. Sebab, kawasan itu akan dihijaukan dan seluruh bangunan di kawasan itu akan digusur.
Rindu Alam, lanjut Adam menceritakan, berulangkali akan digusur. Tahun 1983 sampai 1984, sejumlah pihak meminta restoran untuk digusur. Beruntung, penggusuran urung dilakukan berkat hubungan erat antara sang pendiri dengan pemerintahan yang waktu itu dipimpin Presiden Soeharto.
Lagi, pengusuran demi penertiban penataan kawasan Puncak kembali mengemuka pada awal tahun 2018. Namun, penggusuran batal lantaran Pemprov Jabar memilih berdamai dan melanjutkan kerjasama penggunaan lahan Rindu Alam hingga tahun 2020.
Perjanjian dengan Pemprov akhirnya telah sampai pada penghujung. Adam mengatakan, Rindu Alam secara resmi tak lagi beroperasi. Kendati demikian, dia mengatakan, masih berupaya untuk melakukan perpanjangan kerjasama agar lahan yang ditempati Rindu Alam masih dapat dipergunakan. "Kalo perpanjagan stastusnya masih quo, masih tahap lagi diurus," ucapnya.
Adam menyebut, akan menyerahkan sepenuhnya keputusan di tangan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Apapun hasilnya, Adam menegaskan akan menerima keputusan yang ada. "Kita masih koordinasi dan itu berlangsung baik, tidak ada masalah dengan Pemprov. Ini baik-baik saja," kata dia.
Adam masih menaruh harapan besar kepada Pemprov Jabar agar dapat melanjutkan kerjasama. Sehingga, Rindu Alam yang telah eksis sebagai salah satu destinasi wisata Puncak. "Kalo ditanya ingin buka lagi, ya ada lah. tapi kita ikutin saja. Kita pasti hanya ikutin yang ada," jelasnya.
Pembongkaran Rindu Alam dipastikan menyisakan banyak kenangan. Sebab, Rindu Alam telah dikunjungi oleh sejumlah tokoh di antaranya adalah mantan presiden RI Soeharto, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun, di sekitar lokasi, juga masih banyak berdiri bangunan restoran dan warung yang masih berdiri. Adam mengaku tak bernai berpendapat lebih. Dia mengatakan, semua berada ditangan Pemprov Jabar. "Provinsi akan mengoreksi datanya dan batasan-batasan dimana saja," ucap Adam.
Bupati Bogor Ade Yasin menjelaskan, tak memiliki kewenangan dalam kerjasama yang dilakukan Rindu Alam dan Pemprov Jabar. Meskipun berada di Kabupaten Bogor, Ade mengatakan, lahan tersebut milik Pemprov Jabar. "Izinnya dengan perhutani, di luar kewenangan kita," kata Ade.
Ade menuturkan, kawasan yang ditempati Rindu Alam akan difungsikan untuk penghijauan. Sehingga, dia berharap, uoaya tersebut dapat direalisasikan. "Sebaiknya ditanami kembali untuk penghijauan. Dikembalikan ke fungsi asalnya sebagai kawasan hijau," ucap Ade.
Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor, Herdi menyatakan penaganan penggusuran berada di tangan Pemprov Jabar. Sejauh ini, dia menyebut belum ada instruksi dari Pemprov Jabar untuk melakukan penertiban.
"Penanganannya oleh Pemprop Jabar. Kita Belum (dapat perintah)," kata Herdi.
N Nugroho Habibi