REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, Indonesia sudah memasuki era industri halal. Bahkan pada beberapa sektor sudah memimpin pasar.
Dari laporan Global Islamic Economy Report (GIER) 2019/2020, terlihat ekonomi halal Indonesia menempati urutan kelima dengan skor 49. Bila dirincikan, Indonesia berada di posisi kelima untuk keuangan syariah, lalu industri modest fashion negeri ini menempati urutan ketiga, selanjutnya dalam sektor pariwisata, Indonesia di peringkat empat.
"Tapi di industri makanan halal, kita justru nggak di posisi top ten, padahal masyarakat kita doyan makan. Maka challenge kita masih besar untuk kembangkan industri halal," ujar Kepala Subbagian Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Reza Mustafa dalam Literasi Keuangan Syariah Goes To Campus di Universitas Trilogi Jakarta, Rabu, (26/2).
OJK terus mendorong ekonomi halal khususnya layanan keuangan syariah meliputi bank syariah, pasar modal syariah, serta Industri Keuangan Nonbank (IKNB) syariah. Ia menyebutkan, pangsa pasar keuangan syariah per Desember 2019 sebesar 9,01 persen. "(Pangsa pasar) itu didorong oleh sukuk negara. Dengan mengeluarkan sukuk tersebut, pemerintah mendukung keuangan syariah," katanya.
Islam memiliki tiga pondasi yakni akidah, syariah, dan ahlak. "Akidah terkait keyakinan kita, kalau syariah berkaitan ibadah dan muamalah, dalam muamalah segala sesuatu hukunya mubah atau boleh sampai ada dalil yang melarangnya," tutur Reza.
Maka, transaksi keuangan atau jual beli dibolehkan, sepanjang tidak mengandung riba, masyir, gharar, dan lainnya yang diharamkan dalam ajaran Islam. Ia menyebutkan, prinsip pertama keuangan syariah yaitu bertransaksi dengan asas jual beli.
"Prinsip berikutnya yakni sewa-menyewa, dan utang-piutang. Semua prinsip itu memiliki banyak akad. Jadi ketika kita masuk ekosistem industri halal harus tahu ekosistemnya bagaimana, ini tantangan kita," ujar Reza.