Rabu 26 Feb 2020 16:41 WIB

Cuaca Ekstrem, Nelayan Pesisir Lampung Takut Melaut

Pasokan ikan di pusat pelelangan ikan Gudang Lelang, mengalami penurunan.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Muhammad Fakhruddin
Gelombang tinggi. Ilustrasi
Foto: 2space.net
Gelombang tinggi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Nelayan pesisir Teluk Lampung tidak berani melaut karena gelombang tinggi mencapai empat meter. Kondisi cuaca ekstrem disertai angin kencang membuat nelayan terpaksa ‘cuti’ melaut sepekan terakhir.

Nelayan di kawasan kampung nelayan Gudang Lelang dan Kotakarang, Bandar Lampung, Rabu (26/2), telah menambatkan kapal motor dan perahunya di bibir pesisir Teluk Lampung sepekan terakhir. Pasokan ikan pada kondisi cuaca ekstrem di pusat pelelangan ikan Gudang Lelang, mengalami penurunan.

Nelayan tidak mau mengambil risiko jika memaksakan melaut pada saat angin kencang. Gelombang laut yang mencapai empat meter, membuat nelayan lebih memilih berdiam di rumah dibandingkan berada di tengah laut.

“Kondisi cuaca sekarang angin kencang, khawatir kalau memaksakan diri melaut. Daripada ada apa-apa, lebih baik kami di rumah saja,” kata Rudi Djunaedi (50 tahun), nelayan di Kotakarang, Bandar Lampung, Rabu (26/2).

Selama libur melaut, dia bersama nelayan lain memperbaiki kapal motor dan jaring ikan. Sedangkan nelayan lain, terpaksa berdagang dan menjadi buruh harian lepas untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Pasokan ikan di Gudang Lelang kawasan Telukbetung terjadi penurunan. Meski beberapa nelayan memanfaatkan waktu luang siang hari menggunakan perahu mencari ikan saat tidak hujan dan gelombang laut normal.

Hal sama terjadi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing. Nelayan di kawasan pesisir Lempasing juga belum mau melaut karena gelombang laut tinggi. Kapal-kapal nelayan masih tertambat di tepi laut. Aktivitas nelayan setempat membuat ikan asin. Pasokan ikan dari nelayan juga berkurang.

Hadi (42), nelayan warga Lempasing mengatakan, nelayan belum berani melaut karena ombak tinggi. Menurut dia, kondisi cuaca sekarang tidak menentu, sehingga nelayan banyak yang libur melaut dan mencari pekerjaan jadi buruh dan berdagang.

Sebagian nelayan lainnya terpaksa mencari ikan tidak jauh. Pasokan ikan seadanya tersebut, selain untuk dijual juga untuk kebutuhan keluarga. “Masih ada yang mancing atau mencari ikan di pinggiran laut. Tapi kalau ke tengah atau tempat jauh tidak berani,” tuturnya.

Selain nelayan di Kota Bandar Lampung, nelayan di daerah juga merasakan gelombang laut tinggi membuat tidak berani melaut. Nelayan di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, rata-rata tidak melaut. Mereka khawatir dengan gelombang laut di Selat Sunda yang tinggi menyebabkan perahunya karam.

Nelayan Desa Way Muli biasa melaut menggunakan perahu tinggi atau perahu yang menggunakan baling-baling bambu di kiri dan kanannya. Perahu tersebut akan stabil bila gelombang tidak tinggi. “Tapi kalau sudah satu meter lebih, perahu bisa karam,” ujar Husin, nelayan Desa Way Muli.

Nelayan pesisir selatan Lampung tersebut seperti Desa Way Muli dan Desa Kunjir Kecamatan Rajabasa, hanya berani memancing di pinggir laut saja. Hasil tangkapan ikan tersebut hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tidak untuk dijual. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement