Selasa 25 Feb 2020 19:19 WIB

Panjangnya Rantai Distribusi Jadi Masalah Pangan di DIY

Rantai distribusi mulai dari petani-pengepul-pedagang besar-grosir-pedagang eceran.

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pedagang memegang dagangan cabai miliknya di sebuah pasar di Yogyakarta.
Foto: my29
Seorang pedagang memegang dagangan cabai miliknya di sebuah pasar di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X mengatakan, permasalahan yang krusial dalam ketersediaan pasokan pangan di DIY yakni panjangnya rantai distribusi. Selain itu, kuatnya peranan pedagang perantara terutama pedagang besar dan distributor juga menjadi masalah yang harus diselesaikan.

"Panjangnya rantai distribusi mulai dari petani-pengepul-pedagang besar-grosir-pedagang eceran-konsumen," kata Paku Alam X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (24/02).

Ia menyebut, panjangnya rantai distribusi ini cukup memprihatinkan. Hal ini dapat terjadi karena pedagang besar dan distributor pangan dari luar daerah membeli hasil pertanian di DIY.

"Hasil pertanian DIY itu untuk kemudian memasok kembali komoditas tersebut ke pasar DIY," ucap dia.

Sementara itu, di sisi lain pedagang eceran di pasar-pasar terutama di DIY sangat tergantung dari pemasok. Pedagang eceran ini, katanya, cenderung tidak memiliki posisi tawar yang baik terhadap pedagang besar maupun distributor.

Walaupun begitu, sudah ada regulasi yang diterbitkan dalam rangka menciptakan strategi pencapaian laju inflasi yang sesuai dengan sasaran. Yakni Pergub DIY Nomor 3 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2019-2021 yang juga mengacu pada prinsip 4K (Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi,KeterjangkauanHarga dan Komunikasi Efektif).

"Roadmap (peta jalan) tersebut merupakan pedoman bagi Pemda DIY dalam mengendalikan laju Inflasi selama tiga tahun," kata dia.

Ia pun menyebut, secara historis ada beberapa faktor penyebab laju inflasi berada diluar sasaran. Yakni karena inflasi pangan atau volatile food yang dipengaruhi cuaca dan tata niaga.

Untuk mengendalikan inflasi volatile food ini, katanya, Tim Pengendli Inflasi Daerah (TPID) DIY perlu memberikan perhatian besar terhadap permasalahan tata niaga pangan. Selain itu, inflasi ini juga perlu dijaga dikisaran  3 persen sampai lima persen (yoy).

"Sehingga dapat mencapai inflasi sesuai target yang ditetapkan pemerintah  3,5 persen (yoy) pada 2020 dan 2021," ujarnya.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, Hilman Tisnawan mengatakan, langkah strategis dan inovasi pengendalian inflasi yakni dengan cara penguatan kelembagaan. Termasuk harmonisasi kerja sama kemitraan lintas daerah.

"Kerja sama yang harus dilaksanakan yaitu kerja sama antara sentra daerah produksi antar daerah untuk antisaipasi gejolak yang akan terjadi di tengah masyarakat," kata Hilman.

Ia menyebut, pihaknya selalu memegang teguh Strategi 4 K. Yakni mulai dari pengaturan pola tanam secara terpadu, peran BUMD dioptimalkan, terbentuknya pasar lelang, tersedianya data produksi secara akurat dan terbentuknya komunikasi dan informasi cepat dan masif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement