REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mulai mensosialisasikan rencana pembangunan dua bendungan, yakni Cibeet dan Cijurey. Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin menyatakan, langkah tersebut merupakan wujud bantuan Pemkab Bogor kepada pemerintah pusat.
Ade menjelaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) mulanya telah menghilangkan rencana pembangunan Bendungan Cijurey di Kecamatan Tanjungsari untuk memuluskan Bendungan Cibeet yang terletak di dua kecamatan yaitu Tanjungsari dan Cariu.
Namun, Ade menceritakan, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum Bob Arthur Lombogia menyampaikan kendala pembangunan Bendungan Cibeet ke Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu. Masyarakat menolak pembangunan Bendungan Cibeet.
"Kemudian beliau tanya kepada saya, bagaimana Ibu Bupati, Saya bilang Cibeet itu fungsinya mengairi, tapi kemanfaatan kurang," kata Ade di Kabupaten Bogor, Selasa (25/2).
Pasalnya, Bendungan Cibeet hanya mengairi wilayah Bekasi dan Karawang. Sehingga, masyarakat sekitar tidak menerima manfaat pembangunan tersebut.
"Kebetulan waktu itu ada Wakil Bupati Karawang yang meminta Cibeet itu dipercepat untuk pengendali banjir juga. Saya sampaikan, bahwa Cibeet masy tidak menolak tapi masyarakat menilai kemanfaatan kurang,"kata Ade.
Pembangunan Bendungan Cibeet harus diiringi dengan pembangunan Bendungan Cijurey. Dengan demikian, masyarakat Kabupaten Bogor dapat memperoleh manfaat pembangunan. "Karena Cijurey ini mengaliri sawah-sawah yang ada di (Kecamatan) Tanjungsari, Cariu, Sukamakmur dan Jonggol," kata Ade.
Dengan kesepakatan tersebut, Pemkab Bogor siap membantu memuluskan proses pembebasan Bendungan Cibeet yang membutuhkan lahan sekitar 1.040 hektare. Pihaknya telah memerintahkan Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor mulai melakukan sosialisasi. "Tolong sosialisasi ke masyarakat keduanya akan dibangun, kami minta masyarakat, mereka membantu untuk mempermudah," katanya.
Ade mengakui pembebasan lahan untuk Bendungan Cibeet cukup berat. Pasalnya, 1.040 hektare lahan tersebut sebagian besar terdapat Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang telah masuk dalam peraturan daerah (perda). "Tapi karena ada kepentingan pusat kita dahulukan," katanya.
Ade menyatakan pemerintah pusat harus LP2B yang terdampak. Sebab, lahan tersebut merupakan penghasil pertanian yang sangat subur di Kabupaten Bogor.