Selasa 25 Feb 2020 18:40 WIB

Dari 1.600 Bank Sampah Jabar, Hanya Sekitar 600 yang Aktif

Keberadaan bank sampah kadang hanya jadi syarat untuk meraih penghargaan Adipura.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Dari 1.600 Bank Sampah Jabar, hanya sekitar 600 yang aktif. Foto petugas mengumpulkan sampah plastik di Bank Sampah, (ilustrasi).
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Dari 1.600 Bank Sampah Jabar, hanya sekitar 600 yang aktif. Foto petugas mengumpulkan sampah plastik di Bank Sampah, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Bank sampah yang ada di Jawa Barat (Jabar), saat ini banyak yang tak aktif. Menurut Kepala Bidang Konservasi Lingkungan dan Perubahan Iklim Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat Asep R Lengkawa, dari 1.600 bank sampah di Jawa Barat hanya sekitar 600 yang aktif. Salah satu kendalanya, karena sejauh ini pengelolaan bank sampah masih banyak yang dilakukan secara swadaya tanpa pendampingan.

"Tercatat 1.600 bank sampah, namun banyak yang hanya nama tapi tidak ada kegiatan," ujar Asep usai acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate, Kota Bandung,  Selasa (25/2).

Baca Juga

Menurut Asep, keberadaan bank sampah kadang-kadang hanya menjadi syarat untuk meraih penghargaan Adipura. Kendala lainnya, saat ini banyaknya pengelola bank sampah yang belum memahami betul cara memilah sampah secara benar. Hal ini menjadikan upaya pengentasan sampah kurang maksimal.

"Misalkan dari sampah rumah tangga langsung dibuang, karena pemilahan juga ada tekniknya," katanya.

Namun, kata dia, di Hari Peduli Sampah (HPS) dari 600 bank sampah di Jabar tersebut mampu mengurangi sampah di TPA sebanyak 170 ton per dua hari. Jumlah itu pun baru terukur dari hasil 12 kabupaten dari 27 kabupaten kota di Jabar.

"Bank sampah itu kan pengurangan di sumber. Kalau sampah dibuang ke TPA, umur TPA kan nggak lama, TPA sejauh ini dirancang untuk 20 -30 tahun. kalau semua residu dibuang ke TPA, itu enggak sampai 20 tahun," paparnya.

Menurutnya, sampah organik merupakan jenis terbanyak yang dihasilkan oleh masyarkat. Sampah tersebut, paling banyak berasal dari sampah rumah tangga. Sedangkan untuk sampah organik yang berada di sejumlah pasar, bisa diurai dengan magot lalat hitam alias black soldier fly (BSF). 

"Sampah yang dari pasar-pasar, di Bandung contohnya Pasar Induk, itu sangat dibutuhkan peternak magot," katanya.

Asep mengatakan, sejauh ini Gubernur Jawa Barat melalui DLH Jabar memiliki sejumlah program untuk mengentaskan permasalahan sampah. Selain akan memberikan reward kepada pemerintah daerah yang mampu mengelola sampah dengan baik, juga akan fokus memberikan edukasi kepada masyarkat.

"Dinas Lingkungan Hidup mengedukasi masyarakat melalui kampung eco village, atau sekarang disebut kampung juara dan kampung iklim. Itu juga ga sama mengurangi sampah dari sumber," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement