Jumat 21 Feb 2020 23:15 WIB

Industri Daur Ulang Plastik Jatim Untung karena Corona

Ditutupnya impor dari China membuat pengusaha memanfaatkan bijih plastik daur ulang.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Friska Yolanda
Pekerja menjemur sampah plastik yang telah dicacah di Fasilitas Daur Ulang Sampah Plastik. Ditutupnya impor dari China membuat pengusaha memanfaatkan bijih plastik daur ulang di Jatim.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Pekerja menjemur sampah plastik yang telah dicacah di Fasilitas Daur Ulang Sampah Plastik. Ditutupnya impor dari China membuat pengusaha memanfaatkan bijih plastik daur ulang di Jatim.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Adik Dwi Putranto mengungkapkan, virus corona yang merebak di China, berdampak positif terhadap industri daur ulang plastik di wilayahnya. Tertutupnya keran impor dari China, membuat pesanan biji plastik hasil daur ulang industri di Jatim, tumbuh dan diminati pengusaha setempat.

Adik mengungkapkan, sejauh ini kebutuhan bijih plastik di Jatim, sebagian besar dipenuhi dari China. Namun, begitu keran impor dari China ditutup akibat wabah virus corona, produsen plastik baralih untuk menggunakan bahan baku bijih plastik hasil daur ulang industri di Jatim. 

Baca Juga

"Kalau menurut catatan kami, pertumbuhan industri daur ulang plastik di Jatim rata-rata dua persen sejak adanya corona. Ini sebagai alternatif setelah impor biji plastik dari China ditutup akibat wabah virus corona," kata Adik ditemui di kantornya di Surabaya, Jumat (21/2).

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, akibat merebaknya virus corona, impor dari China ke Jatim turun 16,44 persen. Penurunan impor tersebut didominasi komoditas sayuran dan buah-buahan.

Kepala BPS Jatim, Dadang Hardiwan mengatakan, turunnya impor dari China mendorong turunnya total impor Jatim selama Januari 2020, dengan total penurunan 1,08 persen. Yakni dari 2,05 dolar AS pada Desember 2019, menjadi 2,02 dolar AS pada Januari 2020.

"Turunnya impor ini terjadi baik migas maupun nonmigas dan terbanyak dari China, yakni sebesar 16,44 persen, dari 595,89 juta dolar AS pada Desember 2019 menjadi 497,93 juta dolar AS pada Januari 2020," kata Dadang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement