Jumat 21 Feb 2020 16:11 WIB

Rekayasa Lalu Lintas di Km 118 Tol Cipularang, Diberlakukan

Kanalisasi dilakukan sejak pukul 08.00 Wib, pemisahan lajur Km 118+800 - Km 118+500.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Petugas berada di area pemasangan perkuatan lereng di lokasi pergerakan tanah yang menyebabkan longsor di KM 118 Tol Cipularang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (17/2).
Foto: Abdan Syakura
Petugas berada di area pemasangan perkuatan lereng di lokasi pergerakan tanah yang menyebabkan longsor di KM 118 Tol Cipularang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Rekayasa lalu lintas di Km 118 Tol Cipularang mulai diberlakukan hari ini, Jumat (21/2) dengan menerapkan kanalisasi. Kebijakan rekayasa lalu lintas dilakukan terkait rekomendasi Pusat Vulkanologi, Mitigasi dan Bencana (PVMBG) agar dilakukan pembatasan kendaraan di jalur tersebut.

Seperti diketahui, di luar badan jalan Tol Km 118 terjadi longsor beberapa waktu lalu. Akibatnya, sejumlah rumah dan persawahan rusak akibat material longsor yang menimbun.

"Kanalisasi dilakukan sejak pukul 08.00 Wib, pemisahan lajur Km 118+800 - Km 118+500," ujar Kepala Humas PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi, Nandang Elan, Jumat (21/2).

Dia mengatakan, kendaraan golongan kecil diarahkan ke lajur 1 (kiri) dan kendaraan besar diarahkan ke lajur 2 (kanan). Menurutnya, apabila terjadi pelambatan kendaraan dalam ujicoba maka akan dilakukan contraflow dari Km 120:400 -Km 118:000.

Pusat Vulkanologi, Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG) merekomendasikan agar PT Jasa Marga melakukan pengurangan atau pembatasan beban kendaraan di Km 118+600B Tol Cipularang. Sebab, dilokasi tersebut atau di Kampung Hegarmanah, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat telah terjadi longsor. 

Ketua tim pergerakan tanah PVMBG, Anjar Hariwaseso mengatakan, gerakan tanah terjadi di lereng badan jalan tol Cipularang yang terjadi pada Selasa (11/2) lalu. Menurutnya, berdasarkan kajian kondisi longsor tersebut mengancam badan jalan pada tol Cipularang. 

"Selama dilakukan penanganan mitigasi struktural penahan lereng perlu dilakukan pembatasan beban kendaraan di jalan tol," ujarnya melalui keterangan pers yang diterima. 

Dia mengatakan, longsor atau gerakan tanah disebabkan sistem drainase yang tidak berfungsi karena tersumbat, kondisi lahan disekitar yang merupakan lahan basah. Katanya, gerakan tanah terjadi di antaranya karena kelerengan yang curam dan banyak tekuk lereng merupakan jalur air, serta tanah pelapukan yang tebal.

Menurutnya, peristiwa longsor pada 2019 dibagian Utara jalan Tol menyebabkan saluran tersumbat sehingga menimbulkan terjadinya genangan air. Katanya, rembesan genangan air yang mengakibatkan meningkatnya muka air tanah dan tekanan pori. Sehingga tahanan lereng menjadi lemah. 

"Hal ini membuat kondisi tanah dan batuan menjadi jenuh air yang menyebabkan bobot masanya bertambah dan kuat gesernya menurun, tanah tidak stabil dan mudah bergerak," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement