Jumat 21 Feb 2020 12:59 WIB

Menteri LHK: Omnibus Law Berpihak pada Masyarakat Kecil

Siti mengatakan, pemerintah justru akan semakin tegas menindak kejahatan lingkungan.

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Ratna Puspita
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya (kanan)
Foto: Antara/Reno Esnir
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tak akan memperlemah sanksi pidana terhadap penjahat lingkungan. Menurutnya, justru draf RUU Omnibus Law ini akan sangat berpihak dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. 

"RUU Cipta Kerja akan menjadi norma hukum yang jadi pegangan kita bersama. Mengedepankan sanksi administrasi bukan berarti sanksi pidana hilang seketika," ujar Siti Nurbaya, dikutip dari siaran resmi yang diterima, Jumat (21/2).

Baca Juga

Siti mengatakan, pemerintah justru akan semakin tegas untuk menindak berbagai kejahatan lingkungan. Pemerintah, kata dia, tak ingin penindakan hukum justru salah sasaran terhadap rakyat kecil yang mencari nafkah di hutan tanpa melakukan perusakan.

"Informasi sepotong tersebut jelas salah, karena Negara tidak akan lemah pada penjahat lingkungan, justru kita ingin tegas agar lingkungan terjaga dan rakyat sejahtera. Contoh kecil saja, kita tidak ingin ada lagi kasus rakyat yang mencari nafkah tanpa merusak hutan, justru dikejar-kejar dan ditangkapi," ujar dia.

KLHK berkepentingan pada pembahasan RUU Cipta Kerja terutama pada pasal UU 41 tahun 1999, UU nomor 32 tahun 2009, dan UU nomor 18 tahun 2013. Pada ketiga UU tersebut terdapat pasal yang dilakukan penyesuaian norma, penghapusan norma, dan penambahan norma baru.

Siti mengatakan, pemerintah akan terbuka terhadap berbagai masukan dari masyarakat terhadap draf RUU Omnibus Law ini. "Karena masih dalam pembahasan, tentu masih akan sangat terbuka sekali ruang diskusi dan masukan dari semua pihak. Kami terus mengikuti dinamikanya," kata dia.

Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menjelaskan, RUU Cipta Kerja ini untuk menyederhanakan regulasi agar rakyat sekitar hutan bisa sejahtera, sekaligus memberikan kepastian penegakan hukum lingkungan tetap berada pada koridor yang tepat. RUU ini, ucapnya, akan berpihak pada kesejahteraan masyarakat kecil.

"Dunia usaha bukan berarti swasta yang besar-besar saja. Rakyat yang menerima hutan sosial juga bagian dari itu. Penegakan hukum lingkungan juga jelas dan terang, tidak dihapus. Jadi tidak benar jika dikatakan RUU ini mengabaikan prinsip lingkungan dan pro pebisnis besar saja. Justru sebaliknya, RUU ini sangat berpihak pada kesejahteraan rakyat kecil," ucap Bambang.

Menurutnya, ada 25 ribu desa di seluruh Indonesia yang jutaan masyarakatnya bergantung hidup dari usaha di sekitar dan dalam kawasan hutan. Karena itu, mereka juga harus mendapatkan kepastian hukum dan berusaha, sehingga ekonomi kreatif bisa bergerak mensejahterakan rakyat, dan hutan tetap lestari karena ada kendali kepastian penegakan hukum lingkungan hidup.

"UMKM dari kegiatan sekitar hutan akan hidup tanpa mengabaikan prinsip perlindungan hutannya, karena sanksi hukum bagi perusak lingkungan tetap ada. Jadi jangan dikira cukong-cukong dan perusak lingkungan bisa bebas, itu tidak benar," ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement