Rabu 19 Feb 2020 06:05 WIB

Penjelasan Pengusul Soal RUU Ketahanan Keluarga

Salah satu yang dipermasalahkan dalam rancangan ini terkait penyimpangan seksual.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga yang juga anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid
Foto: Kiblat.
Salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga yang juga anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR sedang membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga. Salah satu yang dipermasalahkan dalam draf beleid ini terkait penyimpangan seksual.

Salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga yang juga anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid mengungkapkan alasan tindakan penyimpangan seksual wajib dilaporkan ke lembaga rehabilitasi. "Coba kita lihat lebih mendasar, contoh homoseksual, apakah itu tidak mengganggu kepada masa depan umat manusia dalam basis keluarga? Maka selain diatur di undang-undang lain, keluarga sebagai basic segalanya harus dilindungi," kata Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).

Baca Juga

Ia berpandangan keluarga adalah lembaga dasar, di mana etika moral perilaku disampaikan dimulai dari keluarga. Karena itu, menurutnya, kualitas keluarga perlu dikuatkan. 

"Menguatkan mutu keluarga berkualitas, termasuk melindungi keluarga dari hal-hal semacam itu," ujarnya.

Ia pun mengajak masyarakat untuk melihat persoalan tersebut lebih objektif ketika RUU tersebut diperdebatkan lantaran dinilai terlalu mengurusi persoalan privat seseorang. Menurutnya, persoalan penyimpangan seksual perlu dilihat berdasarkan pendekatan normatif seperti misalnya sesuai atau tidaknya dengan nilai-nilai Pancasila.

"Dari dulu kan selalu didebatkan. Mohon maaf saya kira Pancasila berbeda mana ukuran-ukuran privacy dan mana ukuran-ukuran bangsa. Mungkin di negara barat dianggap urusan pribadi, tapi ketika masuk pancasila tidak pribadi lagi," jelasnya.

Untuk diketahui, di dalam bab penjelasan RUU Ketahanan Keluarga, ada empat perbuatan yang dikategorikan sebagai penyimpangan. Yaitu, homoseksualitas atau hubungan sesama jenis, sadisme, masokisme, dan inses.

Pasal 85 menjelaskan sejumlah badan yang menangani Ketahanan Keluarga wajib melaksanakan penanganan krisis keluarga karena penyimpangan seksual, seperti misalnya rehabilitasi sosial, rehabilitasi psikologis, bimbingan rohani dan/atau, rehabilitasi medis.

Pasal 86 tertulis, "Keluarga yang mengalami krisis keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan."

Sedangkan pasal 87 tertulis, "Setiap orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan." 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement