REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) mengungkap kasus kejahatan pemalsuan uang dalam bentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing. Para tersangka dalam kasus ini ditangkap dari berbagai daerah dari DKI Jakarta ke Jawa Barat sampai Jawa Tengah. Mereka merupakan satu jaringan untuk melakukan pemalsuan uang.
“Penyelidikan berawal dari awal Januari kami memantau media sosial dan kami telusuri. Kami menangkap delapan tersangka yaitu dengan inisial NI, FT, SD alias Ferry, RS, CC, STR, RW dan SY alias Yoko. Jaringannya belum terungkap semua tapi delapan orang sudah tertangkap. Sisanya masih dalam pengejaran alias Daftar Pencarian Orang (DPO),” kata Dittipideksus Bareskrim Brigjen Daniel Tahi Monang di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/2).
Dikatakan Daniel, penyelidikan ini berawal sejak (6/1). Penangkapan dilakukan dalam waktu dan tempat yang berbeda. Penangkapan pertama di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. NI dan FT melakukan pemalsuan mata uang asing Dollar Amerika Serikat (US Dollar). Barang bukti yang diamankan berupa seribu lembar pecahan 100 USD (100 ribu USD) beserta dua telepon genggam.
Lalu, penangkapan kedua dilakukan pada (29/1) di Parkiran Mall BTC, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Tersangka SD alias Ferry dan RS diamankan bersama. Terdapat barang bukti sebanyak 3.500 lembar pecahan Rp 100 ribu yang kalau dijumlahkan jadi Rp 350 juta. Hasil introgasi, SD mengaku melakukan pencetakan uang di rumahnya. Sehingga satu unit komputer, satu unit printer, tinta dan kertas HVS diamankan oleh pihak kepolisian.
Kemudian, tersangka CC ditangkap di Cibinong, Bogor atas pengembangan dari penangkapan SD alias Ferry. Barang bukti yang diamankan 200 lembar pecahan Rp 100 ribu setara Rp 20 juta. Lalu, tersangka STR dan RW ditangkap di sebuah hotel di kecamatan Tambun, Bekasi. Mereka ditangkap dari hasil interogasi tersangka Ferry. Barang bukti yang diamankan 500 lembar pecahan Rp 100.000 (Rp 50 juta).
“Setelah dilakukan pengembangan kasus, terdapat SY yang ditangkap di rumahnya Wonosobo, Jawa Tengah. Barang bukti yang diamankan uang palsu sebanyak 30 lak pecahan Rp 100.000 yang disimpan di lemari kamar milik SY. Selanjutnya, tersangka dan barang bukti dibawa ke Bareskrim Mabes Polri guna dilakukan penyidikan,” kata dia.
Menurutnya, pemalsuan mata uang ini targetnya adalah kelas bawah. Sebab, kualitas uang palsu tersebut kurang bagus. Para tersangka akan mencetak uang palsu jika ada yang memesan. Semua sudah disiapkan termasuk kertas HVS 140 gram, tinta dan printer.
“Uang palsu ini juga digandakan. Misalnya, saya pesan dan punya uang Rp 1 juta terus nanti bisa dapat Rp 10 juta (uang palsu). Kalau Rp 10 juta bisa dapat Rp 100 juta. Jadi, dicetak sama para tersangka sesuai penawaran,” kata dia.
Lalu, dia mengaku, untuk hasil penyelidikan kasus ini hanya bermotif mencari keuntungan ekonomi berupa uang tunai bukan motif lain seperti uangnya akan digunakan untuk masa Pilkada. “Kan kualitasnya juga tidak bagus. Ya belum tahu ini untuk masa Pilkada atau bukan. Yang jelas mereka ini prinsipnya saling mengetahui dan bekerja sama,” kata dia.
Sementara itu, modus operandi para tersangka yaitu mereka mengedarkan uang palsu dengan seolah-olah itu asli dan tidak dipalsukan dengan perbandingan 1:3 sampai dengan 1:5, melakukan iming-iming seolah-olah dapat menggandakan uang, menggunakan jaringan pengedar uang palsu dan memasarkan melalui media sosial.
Pasal yang dipersangkakan terhadap delapan tersangka yaitu Pasal 244 KUHP dan atau pasal 245 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP (untuk mata uang asing) dan Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), pasal 37 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang jo 55 KUHP, Ancaman hukuman maksimal 15 tahun.