Selasa 18 Feb 2020 08:12 WIB

Empat Kecamatan di Gunung Kidul Rentan DBD

Dinas Kesehatan Gunung Kidul sebut ada empat kecamatan paling rentan DBD

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Pasien demam berdarah dengue (ilustrasi). Dinas Kesehatan Gunung Kidul sebut ada empat kecamatan paling rentan DBD.
Foto: Republika/Prayogi
Pasien demam berdarah dengue (ilustrasi). Dinas Kesehatan Gunung Kidul sebut ada empat kecamatan paling rentan DBD.

REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL - Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebut ada empat kecamatan di wilayah ini rentan kasus demam berdarah dangue (DBD). Keempat kecamatan tersebut rentan DBD karena mobilitas masyarakat sangat tinggi dibanding dengan daerah lain.

Kepala Bidang Pencegahan dan Penularan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Gunung Kidul, Sumitro, mengatakan empat kecamatan rentan kasus DBD yakni Kecamatan Wonosari, Karangmojo, Ponjong, dan Kecamatan Playen. "Mobilitas masyarakat sangat tinggi di daerah itu dibanding dengan daerah lain, sehingga potensi serangan DBD sangat tinggi," kata Sumitro, Selasa (18/2).

Baca Juga

Ia mengatakan pada Januari 2020, ada 139 kasus DBD. Satu di antaranya dicurigai meninggal karena DBD.

Awal tahun ini, Gunung Kidul menempati urutan pertama kasus DBD di wilayah DIY. Di bawahnya menyusul Kabupaten Bantul, Sleman, Kota, dan dan Kabupaten Kulon Progo yang terendah. Meski demikian, DBD tidak dikategorikan sebagai wabah.

“Ini masih endemis DBD. Disebut wabah jika dalam jangka waktu tertentu terjadi lonjakan kasus dan sebarannya luas,” ucap Sumitro.

Berdasarkan hasil uji laboratorium di Loka Litbang P2B2 Banjarnegara, nyamuk pembawa penyakit mematikan itu kemampuan resistensinya paling kuat di Gunung Kidul dibanding tiga kabupaten dan kota di Yogyakarta. Persoalannya, pembunuh nyamuk dengan menggunakan zat malapion sekarang sudah tidak mempan. Nyamuk menjadi resisten jika pemakaian insektisida tidak terkendali atau tidak pas dosisnya.

Sama halnya obat antibiotik, jika penggunaan atau dosisnya keliru maka penyakitnya menjadi kebal jika diberi obat dari jenis yang sama. Dosisnya perlu dinaikkan. Begitu pula dengan insektisida untuk nyamuk perlu ada zat pembunuh nyamuk generasi baru.

"Dibanding tiga kabupaten dan kota di Yogyakarta, resistensi nyamuk pembawa DBD di Gunung Kidul paling kebal insektisida. Namun sekarang sudah ada insektisida generasi terbaru,” terangnya.

Kepala Seksi (Kasi) Penyakit Menular Dinas Kesehatan Gunung Kidul Diah Prasetyo Rini mengatakan per 13 Februari 2020 tercatat ada 25 kasus DBD di Gunung Kidul. Ia mengatakan aktivitas nyamuk aedes aegypty juga ada jamnya yakni pada pagi muncul antara 08.00-10.00 WIB sementara sore mulai 15.00 WIB hingga 16.00 WIB.

Pencegahan paling mudah adalah dengan mengoleskan losion anti nyamuk. "Langkah Dinkes yakni gencar melakukan pencegahan melalui sosialisasi juga penanganan langsung," kata Diah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement