REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelenggaraan balap Formula E (e-Prix) di Jakarta, khususnya kawasan Monas dipastikan tetap berjalan walaupun banyak pihak yang mengkritik rute lintasan di kawasan cagar budaya ini. Di balik polemik lokasi lintasan ini, Greenpeace Indonesia mengingatkan soal alasan digelarnya balap Formula E jangan sampai cenderung mempromosikan kendaraan pribadi listrik, ketimbang kendaraan umum masal listrik.
Menurut Pengkampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu amat sangat disayangkan kalau akhirnya niat baik gelaran balap Formula E untuk mempromosikan kendaraan listrik, justru mengarah ke kendaraan listrik pribadi. Sebab menurut dia, teknologi penyediaan tenaga listrik di Indonesia selama ini masih mengandalkan pembangkit listrik bertenaga fosil, yang tinggi akan gas buang karbondioksidanya (Co2).
"Satu sisi balap Formula E sebagai upaga mempromosikan mobil listrik, rendah emisi. Namun yang menjadi catatan, harus dilihat mobil listrik yang rendah emisi ini jangan diarahkan ke mobil pribadi, harusnya ke kendaraan umum," kata Bondan kepada wartawan, Ahad (16/2).
Sebab, menurut dia, kalau mobil listrik yang dipromosikan juga mobil pribadi, hal itu sama saja. Karena kalau listriknya dari PLTU tentu gas Co2 yang dihasilkan untuk penyediaan listrik pasokan akan sama saja. "Karena listrik dari PLTU itu satu megawatt ada hitungannya berapa yang akan menghasilkan Co2," ungkap dia.
Kalaupun misalnya, kendaraan listrik pribadi diarahkan menggunakan baterai, menurut dia, tetap saja tidak menyelesaikan problematika kemacetan di kota besar seperti Jakarta. Karena itu, Bondan menekankan, harusnya balap Formula E diarahkan ke promosi mobil listrik, sebagai kendaraan rendah emisi ke penggunaan kendaraan listrik angkutan umum.
"Coba bayangkan kalau akhirnya mobil listrik diminati tapi lebih ke kendaraan pribadi, berapa banyak listrik yang harus disediakan. Dan berapa banyak Co2 yang harus diproduksi kalau listriknya dihasilkan dari PLTU. Kedua kalau kendaraan listrik ujungnya juga mobil pribadi, tetap saja tidak menyelesaikan persoalan kemacetan di Jakarta," paparnya.
Inilah menurut dia, peran penting Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Yakni, memberikan pemahaman bahwa kendaraan listrik adalah kendaraan masa depan, namun kendaraan masa depan yang akan lebih baik adalah kendaraan listrik yang disediakan sebagai angkutan massal yang nyaman dan aman.
Maka, ia amat menyayangkan bila Pemprov DKI Jakarta akhirnya bangga Formula E ini sukses mempromosikan kendaraan listrik tapi untuk pribadi. "Bayangkan berapa banyak energi listrik yang harus diproduksi. Dan berapa banyak kendaraan pribadi berbahan bakar fosil yang akan diganti ke bahan bakar listrik. Sementara kemacetan di Jakarta tetap terjadi," imbuhnya.
Sebelumnya Direktur Utama Jakarta Propertindo (Jakpro) Dwi Wahyu Darwoto menyebutkan penggemar Formula E di Indonesia mencapai 3,3 juta orang mayoritas terbesar dari kawasan Ibu Kota DKI Jakarta. Dwi mengatakan hal tersebut berdasarkan hasil riset dari Sport Management Database yang berbasis di Inggris.
"Fan Formula E di Indonesia ada 3,3 juta," kata kata Dwi dalam media briefing mengenai ajang balap mobil Formula E di Hotel Novotel, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (14/2).
Dari jumlah tersebut Dwi mengatakan bahwa 54 persennya berasal dari kawasan DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat dengan usia yang jauh lebih muda dibandingkan dengan penggemar balap mobil Formula 1. Dalam penjelasannya, Dwi mengatakan ada lima aspek yang menjadi alasan warga Indonesia menyukai balap mobil bertenaga listrik itu.
Mulai dari haus akan teknologi, kecintaan terhadap sesuatu yang ramah lingkungan, tawaran kemewahan, hingga kesukaan terhadap suatu merek mobil. "Biasanya yang menyukai Formula E anak-anak muda yang suka dengan teknologi yang canggih. Jadi tidak heran juga jika ada penawaran mereka akan cari yang kualitasnya terbaik atau premium," kata Dwi.
Lebih lanjut, diadakannya Formula E di Ibu Kota tentu akan menyenangkan para penggemar Formula E karena dapat menghadirkan suasana yang berbeda dari ajang balap lainnya. Dwi bahkan menyandingkan tim manufakturing yang terlibat di Formula E lebih banyak dibandingkan dengan ajang balap bergengsi lainnya yaitu Formula 1.
"Kalau F1 manufacturing brandnya cuma empat. Tapi kalau Formula E ini ada sembilan," ujar Dwi. Untuk menghadirkan ajang balap ramah lingkungan itu, Pemprov DKI menggelontorkan dana sebesar Rp 1,16 miliar dan memastikan penyelenggaraannya di tanggal 6 Juni 2020 di ikon Ibu Kota Jakarta, Monas.
Nantinya, rute Formula E di Jakarta akan disesuaikan dengan standar Federation Internationale L'Automotive (FIA) dengan grade III. Setidaknya ada 12 tim dan 24 pembalap dipastikan bergabung dalam ajang yang menggunakan Jalan Medan Merdeka Selatan sebagai rute terpanjangnya.