Kamis 13 Feb 2020 13:40 WIB

Perundungan Siswa, Pengamat: Jangan Lepas Pengawasan

Perilaku perundungan itu bisa juga terjadi akibat banyak faktor.

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Agus Yulianto
Tangkapan layar kasus bully atau perundungan yang dilakukan beberapa orang siswa laki-laki SMP terhadap seorang siswi wanita di sebuah SMP di Purwerejo, Jawa Tengah.
Foto: Dok Republika
Tangkapan layar kasus bully atau perundungan yang dilakukan beberapa orang siswa laki-laki SMP terhadap seorang siswi wanita di sebuah SMP di Purwerejo, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sekolah semestinya jangan memberikan ruang bagi berbagai tindakan perundungan selama aktivitas di sekolah berlagsung. Karena, tindakan perundungan antarsiswa sebenarnya memang rentan terjadi di lingkungan sekolah.

Hal ini ditegaskan oleh pengamat pendidikan Universitas PGRI Semarang Ngasbun Egar yang dikonfirmasi perihal aksi perundungan di salah satu SMP di Kabupaten Purworejo, yang ramai diperbincangkan warganet di berbagai media sosial.

Menurutnya, kasus perundungan yang mencuat di Purworejo memang memprihatinkan. Bagi korban, perundungan itu sebagai sesuatu yang sangat menakan secara psikologis. Apalagi, penyintasnya anak perempuan dan sekarang menjadi virus virtual (viral) di media sosial.

“Kondisinya, semakin itu diketahui banyak orang, maka semakin tidak nyaman bagi penyintas,” ungkapnya, di Semarang, Kamis (13/2).

Demikian halnya, lanjut Ngasbun, bagi pelaku pun sesungguhnya situasinya juga sangat stressfull, karena pelaku-umumnya-baru menyadar tindakannya tersebut akhirnya diketahui oleh banyak orang, jadi perhatian.

“Sehingga yang bersangkutan (pelaku) juga dalam kondisi yang tidak nyaman karena penuh kekhawatiran. Apalagi jika masalahnya sampai ke ranah aparat penegak hukum” ucapnya.    

Peristiwa tersebut, seharusnya menjadikan para pemangku pendidikan dan orang tua lebih waspada dan banyak memperhatikan sikap, perilaku anak-anak didiknya, khususnya ketika di lingkungan sekolah.

Meski perilaku perundungan itu bisa juga terjadi akibat banyak faktor. Namun, yang sebenarnya perlu dilakukan para guru di sekolah dan orang tua di rumah adalah memberikan pemahaman yang benar kepada anak-anaknya bahwa saling menghargai, menghormati dengan sesama teman, sesama orang lain menjadi keharusan.

“Sehingga tidak muncul upaya-upaya untuk melakukan perundungan, menyakiti orang lain dan sebagainya apalagi di lingkungan sekolah,” ujarnya.

Maka, kata Ngasbun, pelajaran yang bisa diambil dari kasus tersebut adalah guru di sekolah hendaknya harus lebih banyak memperhatikan sikap dan perilaku siswanya, minimal selama mereka berada di sekolah.

Karena, lanjutnya, perundungan tersebut terjadi karena ada kesempatan. "Mungkin awalnya karena tidak ada pelajaran karena jam pelajaran kosong dan tidak ada guru yang datang, sehingga mereka (siswa) leluasa dan tidak terawasi," ujarnya.

Melalui unggahan di akun instagram@ganjar_pranowo , gubernur mengaku telah meminta kepal sekolah yang bersangkutan untuk menangani permasalahan perundungan yang dialami salah satu siswanya tersebut dengan serius.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement