Kamis 13 Feb 2020 13:38 WIB

Salah Kaprah Penggunaan Masker

Ada beragam masker yang bisa dipilih untuk terhindar dari virus.

Seorang wanita membeli masker di sebuah toko farmasi di Hong Kong, China, Jumat (31/1). Banyak toko yang kehabisan stok masker akibat merebaknya penyebaran virus corona.
Foto: Jerome Favre/EPA-EFE
Seorang wanita membeli masker di sebuah toko farmasi di Hong Kong, China, Jumat (31/1). Banyak toko yang kehabisan stok masker akibat merebaknya penyebaran virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Desy Susilawati, Adysha Citra Ramadhani

Wajah tertutup masker menjadi pemandangan jamak saat ini. Ketakutan akan virus corona membuat publik memilih menghindarinya dengan masker.

Baca Juga

Akademisi dan Praktisi Klinis, Prof Ari F Syam, mengungkap salah kaprah penggunaan masker untuk menghindari virus.  "Hari ini kebetulan hari pertama saya terbang setelah gonjang ganjing penyebaran virus pertengahan Januari 2020. Menarik apa yang saya amati di bandara, saat ini lebih banyak orang yang menggunakan masker dibanding sebelum adanya wabah global novel coronavirus (nCoV) yang saat ini sudah diresmikan namanya menjadi Covid-19," ujarnya, Kamis (13/2).

Prof Ari melakukan pengamatan pada orang-orang yang berlalu lalang di depannya. Pengamatan yang ia lakukan pada 118 orang yang kebetulan lalu lalang di depannya, ternyata dari pengamatan yang ia lakukan 23,7 persen yang menggunakan masker dengan berbagai model.

Komposisi laki-laki dan perempuan lebih kurang sama. "Yang menarik adalah dari 23,7 persen masker ini hanya 65 persen yang menggunakan masker dengan benar artinya masker menutupi mulut dan lubang hidung dan kawat di hidung tertutup dengan baik," ujarnya.

Sedang yang salah antara lain menggunakan masker di dagu, atau ada yang di leher atau masker terpasang longgar. Ia mengasumsukan, jika melihat posisi masker di dagu mungkin ingin dibuka dulu dan mungkin juga akan dipasang kembali.

Posisi masker itu bisa membuat masker jadi sumber penularan. Karena bagian yang terpakai sudah terlepas dan bagian yang sebagai tempat mencegah masuknya kuman di posisi yang mudah terhirup melalui hidung.

"Saya rasa hal ini harus menjadi perhatian, kalau tidak mau lagi menggunakan masker sebaiknya dilepas dan dibuang. Ada satu hal lagi yang menarik pengamatan ada yang menggunakan masker N95, memang masker ini lebih efektif utk mencegah tertular langsung dari virus karena daya proteksi 95 perse dari partikel yang sangat kecil, tapi lebih tepat digunakan di ruang tertutup dimana kita memang berada pada keadaan akan kontak dengan orang yang sudah positif terinfeksi virus atau tuberkulosis," paparnya.

Selain itu penggunaannya untuk waktu yang pendek. Alih-alih untuk proteksi, orang yang menggunakan masker N95 akan kekurangan oksigen.

Apalagi orang tersebut sedang berada di bandara dan sedang butuh aktivitas berjalan atau bahkan setengah berlari untuk check in dan boarding dengan lokasi gate agak jauh. Salah-salah mereka yang menggunakan masker N95 ini akan kekurangan oksigen atau hipoksia.

Kondisi hipoksia dapat menyebabkan serangan jantung atau strok, atau kolaps atau pingsan apalagi jika orang tersebut sudah mempunyai permasalahan dengan paru.

Yang juga menarik buatnya tidak ada satupun orang yang menggunakan masker dengan posisi terbalik seperti hoaks yang beredar viral tentang saran cara menggunakan masker secara bolak balik.

"Saya sendiri melalui akun Twitter pribadi @dokterari melakukan survei seputar cara penularan virus korona melalui airborne (udara), dari 5.513 yang melakukan voting, 39 persen menyatakan fakta virus ditularkan melalui airborne, 40 persen menyatakan tidak tahu dan sisanya menyatakan mitos," ujarnya.

Perkembangan terakhir beberapa pakar kesehatan China sudah menyatakan bahwa pada beberapa keadaan virus Covid-19 ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui udara. Sampai saat ini yang masih dianut melalui droplet percikan cairan yang dikeluarkan saat bicara keras, batuk atau bersin.

Di udara tropik seperti Indonesia saat ini dengan suhu udara 30 derajat celcius, virus cepat mati ketika berada di udara terbuka.

Dari survei ini bisa diketahui tingkat pengetahuan masyarakat masih rendah. Perlu disosialisasikan secara terus menerus tentang penyakit Covid-19 dan cara penularannya.

photo
Wanita melewati papan pengumuman yang menerangkan stok masker sudah habis. Stok masker habis karena kekhawatiran virus corona.

Dokter spesialis paru mengutarakan pentingnya menggunakan masker secara tepat. "(Masker bedah) jangan dipakai terbalik," ungkap spesialis paru dari RS Persahabatan Dr dr Erlina Burhan MSc SpP(K).

Penggunaan masker merupakan salah satu upaya yang efektif untuk mencegah penyakit menular yang disebarkan melalui droplet atau percikan air liur seperti infeksi COVID-19. Ada tiga jenis masker yang umum ditemukan yaitu masker N95, masker bedah dan masker katun.

Masker N95 lebih direkomendasikan untuk petugas kesehatan sedangkan masker katun atau masker yang terbuat dari kain tidak begitu efektif dalam mencegah penularan. Jenis masker yang paling direkomendasikan untuk masyarakat dalam mencegah penularan penyakit yang disebarkan melalui droplet adalah masker bedah.

Secara umum, masker bedah terdiri dari tiga lapisan. Lapisan paling dalam adalah lapisan berwarna putih, lapisan terluar adalah lapisan berwarna hijau atau warna lainnya dan di tengah-tengah keduanya ada lapisan penyaring.

Erlina mengatakan lapisan terluar yang umumnya berwarna hijau memiliki kemampuan tahan air atau waterproof. Cipratan droplet tidak akan menempel bila mengenai bagian ini.

Lapisan bagian tengah memiliki fungsi filtrasi atau fungsi penyaringan. Sedangkan lapisan bagian dalam masker bedah yang berwarna putih memiliki kemampuan menyerap. Bagian ini bisa menyerap droplet ketika pengguna masker berbicara, batuk hingga bersin.

"Kalau kita batuk atau bersin, ada virus atau kumannya, akan terserap di bagian putih," terang Erlina.

Erlina mengatakan penggunaan masker secara terbalik akan memunculkan beberapa kerugian. Salah satu di antaranya adalah rasa tidak nyaman.

Erlina mencontohkan, bila seseorang menggunakan masker secara terbalik, cipratan atau droplet saat batuk dan bersin tidak akan bisa terserap oleh lapisan masker yang berwarna hijau sehingga menimbulkan rasa tak nyaman.

Tak hanya itu, penggunaan masker bedah secara terbalik juga akan membuat efektivitas perlindungan yang bisa diberikan oleh masker jadi berkurang. Alasannya, tiap fungsi lapisan masker tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

"Paling aman masker bedah, karena bagian luarnya (yang berwarna hijau atau warna lain) tahan air, jadi kalau terkena percikan pun tidak akan menempel," tutur Erlina.

Agar efek perlindungan masker bedah optimal, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan. Selain menggunakan masker bedah dalam posisi yang benar atau tidak terbalik, masker bedah juga perlu diganti setiap 2-4 jam karena efek proteksinya terbatas.

Setelah digunakan, buang masker di tempat yang sesuai agar tidak tersentuh orang lain. Selain itu, jangan lupa untuk selalu mencuci tangan setelah menyentuh dan membuka masker bedah yang sudah dipakai.

"Karena saat membuka pakai tangan, tangan kita bersentuhan (dengan masker yang mungkin sudah terkontaminasi virus atau bakteri), oleh sebab itu, setelah membuka masker perlu cuci tangan," tambah Erlina.

Untuk menghindari virus bisa melakukan sejumlah langkah. Di antaranya uci tangan pakai sabun rutin atau penggunaan antiseptik hand sanitizer akan lebih efektif untuk mencegah penyakit infeksi usus dan infeksi saluran pernafasan atas. Hindari kerumunan orang yang diamati banyak yang batuk dan bersin adalah langkah yang perlu diambil saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement