Rabu 12 Feb 2020 20:48 WIB

Menteri ATR/BPN: Waspadai Penipuan dan Mafia Pertanahan

Salah satu upaya pencegahan dengan metode digitalisasi

Rep: zainur mahsir ramadhan/ Red: Hiru Muhammad
Tampak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil ketika menghadiri salah satu acara ATR/BPN.
Foto: dok. Istimewa
Tampak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil ketika menghadiri salah satu acara ATR/BPN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil menyarankan pemilik properti dengan nilai tinggi untuk lebih waspada.

Menurutnya, masih banyaknya  mafia tanah atau oknum yang kerap menipu. "Untuk masyarakat yang memiliki rumah besar dan mahal, harus lebih hati-hati," ujar Sofyan, Rabu (12/2).

Para mafia akan lebih tertarik untuk menyasar properti mahal karena nilainya lebih menguntungkan. Terlebih, menurut dia hal tersebut juga bisa dilakukan dengan motif-motif baru yang digunakan. "Karena kalau rumah murah tidak worth it," tuturnya.

Untuk mencegah kejahatan tersebut, pihaknya mengklaim akan menggunakan metode baru. Satu dari empat program itu adalah dengan sistem digitalisasi. Dengan sistem digitalisasi itu mafia tanah akan lebih terbatas gerak-geriknya.

Namun demikian langkah itu baru bisa diterapkan di 40 kantor pertanahan paling sibuk di berbagai daerah. "Ke depannya kita akan upayakan bisa merata pada 2024," tambahnya.

Jika sertifkasi seluruh tanah sudah dilakukan, metode itu akan lebih mudah terlaksana. Upaya untuk mengingatkan masyarakat juga akan dilakukan dengan sosialisasi melalui platform media mainstream. "Itu akan terus kita sampaikan pada masyarakat. Diimbau juga kalau mau jual, gunakan PPAT yang dikenal atau kredibel, di Jakarta banyak," katanya.

Dia juga menyinggung kasus penipuan tanah yang baru-baru ini dilakukan mafia dengan modus pemalsuan dokumen SHM dan e-KTP. Namun demikian, ia mengaku, BPN tak terlibat langsung dalam penipuan yang merugikan Rp 85 miliar itu dan melibatkan 10 tersangka.

"Tetapi ini adalah upaya kita dalam bekerjasama dengan kepolisian, untuk mengekspos agar masyarakat lebih sadar. Tapi kali ini bpn tidak terlibat," kata dia.

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement