Rabu 12 Feb 2020 20:41 WIB

Wapres Soroti Menurunnya Imunisasi Karena Isu Vaksin Halal

Menurunnya imunisasi menjadi penghalang menurunkan angka stunting.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Seorang anak menahan sakit saat mendapat imunisasi. Isu kehalalan vaksin telah menurunkan angka anak yang diimunisasi.
Foto: Antara/FB Anggoro
Seorang anak menahan sakit saat mendapat imunisasi. Isu kehalalan vaksin telah menurunkan angka anak yang diimunisasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti menurunnya angka pemenuhan imunisasi dasar lengkap anak. Ma'ruf mengungkap, proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-23 bulan justru turun dari 59,2 persen pada tahun 2013, menjadi 57,9 persen pada 2018.

Ini kata Ma'ruf, menjadi salah satu tantangan pembangunan keluarga berencana dalam upaya menurunkan angka prevalensi anak kerdil atau stunting di Indonesia.

Baca Juga

"Justru turun dari 59,2 persen pada tahun 2013 menjadi 57,9 persen pada tahun 2018. Sementara yang sama sekali tidak mendapatkan imunisasi justru naik dari 8,7 persen menjadi 9,2 persen," ujar Ma'ruf saat membuka Rakernas BKKBN di Kantor BKKBN, Jakarta, Rabu (12/2).

Ma'ruf mengatakan, salah satu penyebab menurunnya angka imunisasi ini adalah isu mengenai kehalalan vaksin. Saat ini, isu kehalalan vaksin menjadi kendala untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya imunisasi.

"Padahal MUI sendiri telah mengeluarkan Fatwa mengenai hal tersebut. Tapi masih jadi kendala, masih jadi isu," ujar Ma'ruf.

Karena itu, Ma'ruf berharap masyarakat tidak ragu dalam memberikan imunisasi dasar lengkap demi kesehatan anak tersebut.

Ma'ruf melanjutkan, itu juga berlaku bagi program Keluarga Berencana (KB). Menurut Ma'ruf, KB dibolehkan sepanjang untuk merencanakan, dan tidak memutus kelahiran.

"Ya ada putusan-putusan ulama yang mengatakan membolehkan KB itu dengan beberapa catatan. misalnya tidak memutus kelahiran, tapi mengatur. kan tadi dibilang tidak terlalu sering, tidak terlalu banyak, tidak terlalu muda," katanya.

Sebelumnya, Ma'ruf juga mengingatkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ikut berkontribusi dalam menurunkan angka prevelensi stunting (anak kerdil) di Indonesia. Menurut Ma'ruf, peran BKKBN diperlukan untuk mensukseskan program Pemerintah menurunkan angka stunting hingga 14 persen.

Ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk menurunkan prevalensi stunting sampai pada angka 14 persen pada akhir tahun 2024.

"Ini bukan merupakan pekerjaan yang mudah, butuh kontribusi dan kerja keras dari semua pihak termasuk melalui pelaksanaan program Keluarga Berencana dengan segala dimensinya," ujar Ma'ruf saat memberi sambutan dalam Rakernas BKKBN di Kantor BKKBN, Halim.

Ia menerangkan, meski terjadi penurunan prevalensi balita stunting dari 37,2 persen pada tahun 2013 menjadi sebesar 27,6 persen pada tahun 2019. Akan tetapi angka prevalensi stunting saat ini masih tinggi, karena hampir satu dari tiga anak alita mengalami stunting.

Karena itu, Ma'ruf berharap agar BKKBN bisa bekerja keras dalam melakukan sosialisasi dan bimbingan kepada masyarakat terkait pencegahan stunting. "Saya kira BKKBN harus bekerja keras melakukan sosialisasi ke dalam masyarakat, memberikan bimbingan dan memanfaatkan pendamping yang ada 1,2 juta itu secara efektif dan kita harapkan akan bisa mempercepat proses penurunan stunting ini," kata Ma'ruf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement