REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Terdakwa kasus suap perizinan mega proyek Meikarta yang merupakan mantan Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa, tetap membantah telah meminta maupun menerima uang suap untuk memuluskan izin Meikarta. "Tidak, saya tidak pernah menerima atau meminta," kata dia, saat ditanya hakim anggota, Sudira saat sidang dengan agenda pemeriksan terdakwa di Pengadilan Negeri Bandung, di Bandung, Rabu (12/2).
Sebelumnya, dia didakwa jaksa KPK menerima aliran uang sebesar Rp 900 juta dari PT Lippo Cikarang melalui mantan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili. Penerimaan uang untuk membantu persetujuan substansi Raperda Rencana Detail Tata Ruang.
Meski membantah menerima uang, ia mengaku pernah bertemu Neneng Rahmi. Sesuai dalam dakwaan jaksa KPK sekitar bulan Juli 2017, dia bertemu dengan Neneng Rahmi, Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Henri Lincoln, Anggota DPRD Bekasi Soleman, dan Anggota DPRD Jawa Barat Waras Wasisto.
"Sepulang dari Jakarta, mampir makan dan shalat di KM 72 Rest Area Tol Cipularang. Bertemu dengan mereka dan Henry Lincoln dan Neneng bicara soal pengajuan persetujuan Raperda RDTR. Saya bilang nanti ajukan saja ke kantor. Selanjutnya kami bertemu di kantor, di Gedung Sate," kata Karniwa.
Pada pertemuan itu, Iwa diduga meminta uang sebesar Rp 1 miliar sebagai ongkos jasanya untuk membantu percepatan persetujuan substansi Raperda RDTR yang isinya terdapat proyek Meikarta. Namun, Iwa membantah dirinya meminta uang pada pertemuan tersebut.
"Di sana enggak ada permintaan uang, enggak ada bilang Rp 3 M murah. Yang pasti selanjutnya saya bertemu lagi di Gedung Sate dua kali," kata Iwa.
Seperti diketahui, dalam dakwaan Iwa diduga menerima uang dengan total Rp 900 juta dalam tiga tahap. Menurut jaksa, uang tersebut akan digunakan untuk pembelian banner atau alat peraga kampanye untuk Iwa yang menjadi bakal calon gubernur Jawa Barat.