Rabu 12 Feb 2020 15:43 WIB

Sepanjang 2019 Ada 1.746 Pengajuan Perceraian di Bogor

Sebanyak 1.354 istri menggugat cerai suami atau cerai gugat di Kota Bogor

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi Sidang Perceraian. Sebanyak 1.354 istri menggugat cerai suami atau cerai gugat di Kota Bogor.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Sidang Perceraian. Sebanyak 1.354 istri menggugat cerai suami atau cerai gugat di Kota Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kasus perceraian di Kota Bogor terbilang masih cukup tinggi yakni mencapai 1.746 pengajuan sepanjang 2019. Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A mencatat sebanyak 1.354 istri menggugat cerai suami atau cerai gugat di Kota Bogor. Sedangkan sebanyak 392 suami menggugat cerai istri atau cerai talak.

"Itu baru diterima oleh kita. Tidak semua yang diterima langsung dikabulkan atau tidak," kata Panitera Muda Hukum, Agus Yuspiain, saat ditemui Rabu (12/2).

Baca Juga

Agus menjelaskan dari jumlah tersebut tidak semuanya diputuskan bercerai. Menurutnya pada tahun 2019 hanya 1.173 pengajuan yang diputuskan bercerai.

Dia memaparkan, pengajuan perceraian melalui proses yang cukup panjang. Sesuai standar operasional prosedur (SOP), pihaknya masih melakukan beberapa tahap sebelum menghasilkan keputusan.

Pertama, menerima perkara yang diajukan oleh pemohon. Kemudian, pemangilan terhadap pemohon untuk melakukan sidang pertama. Setelah itu, pihaknya masih mengupayakan untuk melakukan mediasi agar pasangan dapat berdamai.

"Kalau mediasi berhasil, ada win-win solution, bisa dicabut langsung. Kalau tidak selesai, balik lagi ke persidangan, ada pembuktian, diputus dalam sidang itu. Kalau ada yang tidak puas ada upaya hukum," ucap dia.

Agus menjelaskan mayoritas yang mengajukan perceraian didominasi permasalahan ekonomi yang mencapai 60 persen. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagian besar akibat dampak dari faktor ekonomi. "Orang selingkuh bisa saja, suami kelebihan uang lantas tergoda," kata dia.

Selain itu, dia mengungkapkan dari ribuan pengajuan gugatan cerai tersebut terdapat kasus yang tidak lumrah yakni Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Dia mengatakan terdapat 10 perkara yang terungkap karena faktor LGBT. "LGBT itu kebanyakan yang masuk pengadilan itu perempuan. Yang selingkuh itu, perempuan," kata dia.

Disinggung terkait upaya untuk menekan angka perceraian, Agus menyatakan pihaknya tidak dapat melakukan penaggulangan. Pengadilan hanya bertugas untuk menyelesaikan proses perkara.

"Justru itu tugas eksekutif, pengadilan hanya menyelamatkan. Bagaimana caranya si ibu dan bapak ini tidak berselisih terus menerus trus islah (berdamai) agar tidak bercerai," ucap dia.

Dia menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor telah berupaya untuk menekan angka perceraian melakui sekolah ibu. Namun, dia berharap Pemkot Bogor juga menggagas untuk sekolah bapak agar rumah tangga lebih seimbang. "Kalau pihak eksekutif ada sekolah ibu, coba adakanlah sekolah bapak, kalau baik ibunya, bapaknya tidak baik," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement