REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU -- Gubernur Riau Syamsuar menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) terhitung mulai tanggal 11 Februari hingga 31 Oktober 2020.
"Dengan adanya eskalasi kebakaran hutan dan lahan dan sudah ada tiga kabupaten dan kota sudah menetapkan status siaga darurat, maka terpenuhi syarat Riau menetapkan status siaga darurat berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 61 tahun 2015 tentang Protap Pengendalian Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan," kata Syamsuar pada rapat koordinasi penetapan status siaga darurat karhutla Riau, di Pekanbaru, Selasa malam (11/2).
Dengan penetapan status siaga darurat, sesuai aturan yang berlaku, maka Gubernur Riau juga menjabat sebagai Komandan Satuan Tugas Siaga Darurat Karhutla Riau yang mempunyai lahan gambut seluas 4,9 juta hektare. Ia mengatakan, pihaknya sudah melakukan beberapa langkah, pertama, pemetaan daerah rawan bencana yang kini ada di 346 desa dan 99 kecamatan.
Kedua, inventarisasi kembali izin perkebunan 387 dan 62 kehutanan, terkait dengan kebijakan satu peta untuk mengetahui tumpang tindih lahan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Edwar Sanger menyatakan sudah ada tiga pemerintah kabupaten/kota yang sudah menetapkan status siaga darurat Karhutla pada awal tahun ini. "Siaga darurat sudah di tiga kabupaten/kota yaitu Bengkalis, Siak dan Dumai," katanya.
Data BPBD menyatakan karhutla sudah terjadi di 10 dari 12 kabupaten/kota di Riau meski luasnya berbeda-beda. Total luas karhutla hingga Februari 2020 mencapai 271 hektare. Adapun tiga daerah yang sudah berstatus siaga darurat mengalami karhutla cukup luas, yakni di Siak mencapai 98,47 ha, Bengkalis 60,90 ha dan Dumai 31,85 ha.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Harmensyah, mengatakan sangat mengapresiasi langkah cepat Riau menetapkan status siaga darurat karhutla. BNPB siap membantu berupa mempercepat operasi teknologi modifikasi cuaca untuk hujan buatan, mengerahkan bantuan personel, hingga helikopter untuk patroli maupun pemadaman.
Namun, BNPB juga mengingatkan pemerintah daerah bahwa faktanya karhutla di Riau berulang tiap tahun, yang berdampak buruk terhadap lingkungan, masyarakat dan hubungan dengan negara lain. Karenanya, perlu solusi permanen untuk mencegah karhutla dengan mengembalikan fungsi alami gambut, yang seharusnya selalu basah agar tak mudah terbakar maupun dibakar.
"Pesan dari Kepala BNPB, pak Doni Monardo, jangan kita perkosa gambut dan hakikat gambut diganggu terus," katanya.
Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru, Sukisno, mengatakan Riau memiliki dua siklus kemarau setiap tahun. Kemarau pertama pada akhir Januari hingga Maret, dimana curah hujan normal hingga di bawah normal, sehingga beberapa daerah mengalami kebakaran.Sementara, bulan Maret hingga April merupakan masa transisi, dan mulai Juni hingga Juli curah hujan menengah hingga rendah. "Juni adalah kemarau kedua," katanya.