Rabu 12 Feb 2020 01:18 WIB

Kejakgung Kuatkan Penyidikan TPPU dalam Kasus Jiwasraya

Salah satu tersangka kasus Jiwasraya diketahui Komisaris Utama PT Trada Alam Minera.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Sejumlah kendaraan barang bukti sitaan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya terpakir di Gedung Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (17/1).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah kendaraan barang bukti sitaan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya terpakir di Gedung Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejakgung) meyakini adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam operasional perusahaan tambang batubara milik tersangka Heru Hidayat. Kejakgung memeriksa Heru Hidayat, salah satu tersangka dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang juga diketahui Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).

Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febri Adriansyah mengatakan, Heru kembali menjalani pemeriksaan terkait dengan TPPU. “Hari ini pemeriksaan terhadap Heru, penguatannya di TPPU,” terang Febri saat ditemui di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jakarta, Selasa (11/2).

Baca Juga

Menurut Febri, ada 11 orang saksi selain Heru yang diperiksa bersamaan, Selasa (11/2). Termasuk Direktur Finansial PT Gunung Bara Utama (GBU) Johan Siboney Handojono.  

PT TRAM, pemilik saham mayoritas PT GBU yang berada di Sendawar, Kalimantan Timur (Kaltim). Perusahaan tersebut dalam sitaan Kejakgung, sejak Kamis (6/2). Kejakgung, meyakini PT TRAM salah satu perusahaan di bursa efek, yang sebagian sahamnya dibeli lewat pengalihan penjualan produk asuransi Jiwasraya.

Namun, pengalihan uang tersebut, menurut penyidik, dari transaksi melanggar hukum, yang membuat Jiwasraya mengalami kerugian. Febri menerangkan, ada dugaan transaksi pengalihan dana Jiwasraya ke dalam saham PT TRAM yang diduga praktik korupsi, untuk dialihkan ke dalam bisnis pertambangan lewat PT GBU.

“Tidak itu saja (TPPU). Yang kita periksa itu juga tentang keterkaitan aset ini (PT GBU) dari tindak pidana (korupsi) yang terjadi di Jiwasraya,” terang Febri.

Terkait dengan tuduhan itu, Heru Hidayat menolak untuk berkomentar. Usai menjalani pemeriksaan selama lebih dari 10 jam di Gedung Pidsus Kejakgung, Selasa (11/2) Heru memilih tak menjawab setiap pertanyaan yang diajukan para wartawan. Pertanyaan tentang tuduhan pencucian uang, dan korupsi yang dialamatkan Kejakgung, terhadapnya pun tak ia gubris.  

Selain Heru Hidayat, tersangka lain dalam penyidikan dugaan korupsi Jiwasraya yaitu Joko Hartono Tirto yang teridentifikasi sebagai Direktur Utama PT Maxima Integra (MIG). Pekan lalu, Febri pernah mengungkapkan, keterkaitan terang antara Joko Tirto dengan Heru dalam kasus Jiwasraya. Joko dikatakan dia, sebagai pihak manajer investasi yang menawarkan kepada Jiwasraya untuk pengalihan dana asuransi ke saham PT TRAM.

Selain menawarkan saham PT TRAM, Joko juga menawarkan saham PT Hanson Internasional (MYRX) milik Benny Tjokrosaputro yang juga sudah menjadi tersangka. Tawaran tersebut, diterangkan oleh Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono, lewat pertemuan Joko dengan mantan Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, dan Syahmirwan kepala Divisi Investasi Jiwasraya.

Harry Prasetyo, dan Syahmirwan, pun sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan juga dalam tahanan. Satu nama lain yang menjadi tersangka, yakni mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, pun dalam penahanan. Terhadap enam tersangka tersebut, Kejakgung menebalkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU 20/2001. Khusus Heru Hidayat dan Benny Tjokro, Kejakgung juga menyertakan sangkaan dengan UU TPPU.

Namun sampai saat ini, proses penyidikan lengkap dugaan korupsi dan TPPU Jiwasraya belum rampung. Karena Kejakgung masih menunggu hasil audit investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang besaran pasti kerugian negara dalam kasus Jiwasraya akibat gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun pada 2018. BPK juga mencatat Jiwasraya mengalami defisit anggaran cadangan senilai Rp 27.2 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement