REPUBLIKA.CO.ID, Mato condong ka nan rancak, salero condong ka nan lamak.
Begitu salah satu ungkapan orang-orang tua di Minangkabau. Terjemahan bebasnya kira-kira, mata tertarik pada yang cantik, selera tertarik pada yang enak.
Bicara cantik dan enak, Ranah Minang memang tidak akan kalah dengan daerah lain di dunia. Sebut saja desa tercantik di dunia atau makanan terlezat di dunia, keduanya ada di daerah itu.
Namun, sayangnya potensi itu ternyata belum benar-benar dikenal baik di Nusantara, apalagi di tingkat dunia. Orang hanya tahu tentang Jam Gadang peninggalan Belanda di Bukittinggi atau Istano Pagaruyung di Batu Sangkar.
Padahal, 19 kabupaten dan kota di provinsi itu memiliki setidaknya dua destinasi unggulan yang sangat layak untuk dikunjungi. Belum lagi tentang seni, adat, dan budaya dari etnik penganut sistem matrilineal terbesar di dunia.
Persoalannya tentu saja klasik: anggaran. Promosi pariwisata butuh anggaran besar, terlebih bila targetnya harus dikenal dunia. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumbar yang hanya Rp 7,3 triliun itu mungkin tidak akan cukup.
Desa Terindah. Nagari Tuo Pariangan di Kabupaten Tanah Datar, Sumbar yang dinobatkan sebagai Desa Terindah di dunia oleh Media wisata ternama dari Amerika Serikat Travel Budget
Tetapi, promosi besar dan jor-joran ternyata bukan cara satu-satunya yang bisa dilakukan. Kerja sama yang saling menguntungkan dengan beberapa pihak, ternyata cukup bisa diandalkan di tengah seretnya anggaran.
Mungkin itu yang coba dibuktikan Dinas Pariwisata Sumbar. Mengarungi tahun 2020 sejumlah terobosan untuk promosi pariwisata dilakukan. Salah satunya, mengubah wajah bandara, pintu utama kedatangan wisatawan di Minangkabau.
Bandara Internasional Minangkabau (Minangkabau Internastional Airport) yang mulai dibangun pada 2020 dan difungsikan Juli 2005, satu-satunya bandara bertaraf internasional yang menggunakan nama etnik di dunia. Arsitekturnya juga unik, meniru gonjong Rumah Gadang Minangkabau. Hal itu saja sudah menjadi promosi tersendiri bagi daerah.
Namun, sejak awal 2020, beberapa sudut bandara mulai dihiasi sejumlah poster destinasi wisata unggulan serta lemari pajang pakaian adat serta produk khas lain, seperti batik tanah liek, tenun, dan songket. Begitulah, karena mato condong ka nan rancak, maka poster yang berukuran cukup besar itu, yang mengekspose rancaknya Ranah Minang tersebut, benar-benar bisa mengikat mata. Hasil tangkapan layar yang luar biasa itu benar-benar bisa merangsang rasa penasaran untuk datang dan membuktikan sendiri.
Poster objek wisata unggulan serta displai itu sengaja disebar pada beberapa titik yang cukup mencolok di ruang kedatangan serta keberangkatan internasional serta domestik agar semakin banyak pengguna bandara yang bisa menikmati. Executive General Manager Angkasa Pura II BIM Yos Sugiono menyebut sebagai salah satu gerbang utama kedatangan wisatawan, bandara memiliki peran strategis sebagai agen promosi potensi daerah.
PT Bukit Asam Tbk dan Pemkot Sawahlunto, Sumatra Barat berencana membuka lubang tambang baru untuk destinasi wisata. Lubang-lubang tambang yang dikelola PTBA memang tak lagi beroperasi menyusul biaya produksi batu bara yang tak lagi ekonomis bagi perusahaan.
Bandara seharusnya tidak hanya sebagai tempat kedatangan dan keberangkatan. Tetapi juga harus bisa menampilkan keunikan masing-masing daerah.
Angkasa Pura II BIM membuka ruang untuk pemerintah daerah mempromosikan pariwisata. Tidak hanya Pemprov Sumbar, tetapi juga masing-masing kabupaten/kota sehingga bandara bisa memainkan peran sebagai etalase pariwisata.
Dengan demikian, orang yang datang dan pergi melalui BIM, bisa melihat beragam destinasi hingga seni budaya yang bisa dinikmati selama berliburan. Bahkan, dengan banyaknya alternatif, mungkin saja waktu liburan akan ditambah atau ingin untuk datang kembali pada masa liburan berikutnya.
Angkasa Pura II BIM juga memberi ruang pada UMKM yang bergerak di bidang industri kreatif untuk bisa membuka pasar dengan target wisatawan. Beberapa industri kreatif, seperti brand pakaian lokal, tangkelek terlihat di salah satu sudut bandara.
Pada 2020, perluasan terminal BIM yang dimulai sejak 2018 selesai dan bisa dioperasikan sehingga daya tampung yang sebelumnya sekitar 2,7 juta penumpang meningkat menjadi 5,7 juta penumpang setiap tahun. Perluasan tersebut seharusnya membuka ruang lebih luas pula untuk kerja sama promosi pariwisata.