REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidikan kasus PT Asuransi Jiwasraya tak semata soal jual beli saham. Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengatakan penyidikan terhadap kasus gagal bayar yang dialami perusahaan asuransi milik negara tersebut menyasar tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengatakan, penyidik meyakini adanya keterlibatan sejumlah pebisnis saham yang melakukan perbuatan pidana dalam transaksi dengan Jiwasraya. “Penanganan perkara Jiwasraya ini, tidak hanya an sich menjual saham. Tetapi mungkin ada kerjasama dalam bentuk lain (perbuatan pidana), dan penyidik menemukan itu,” kata dia di Kejakgung, Jakarta, Senin (10/2).
Ia menegaskan hal ini terkait penetapan tersangka Benny Tjokro. Ia menyatakan penyidikan lanjutan terhadap Benny Tjokro bukan hanya terkait jual beli saham, melainkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor 20/2001 dan TPPU.
Menurut Hari, penyidik menduga adanya kerjasama dalam melakukan korupsi bersama-sama yang melibatkan peran Benny Tjokro dalam kasus Jiwasraya. Selain itu, penyidik meyakini uang hasil korupsi Jiwasraya yang dinikmati Benny Tjokoro bersama perusahaannya dengan cara melakukan pencucian uang.
“Jadi dia sebagai posisi katakanlah komisaris PT Hanson yang terlibat dalam hal yang disangkakan itu. Terutama dalam tindak pidana korupsi itu. Kalau hanya soal menjual (saham), ya memang tidak ada orang salah menjual saham,” kata Hari.
Benny Tjokro salah satu dari enam tersangka dalam pengungkapan dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Sebelumnya, pengacara Benny, Muchtar Arifin, mengatakan, kliennya tak pernah menawarkan saham kepada Jiwasraya.
Benny Tjokrosaputro pemilik PT Hanson Internasional Tbk yang melantai di bursa saham berkode MYRX. Saham MYRX tersebut, salah satu emiten yang dibeli Jiwasraya, tetapi dianggap merugikan dan bermasalah.
Itu mengapa, menurut Muchtar, kliennya tak tahu menahu tentang saham Jiwasraya yang mampir ke MYRX bermasalah dan mengalami kerugian. “Segala sesuatunya itu bisa dilacak dari mana Jiwasraya itu memperoleh saham. Bagaimana membelinya. Ada banyak manajer investasi di situ,” terang Muchtar.
Selain Benny, dua pebisnis saham lainnya, Heru Hidayat dari PT Trada Alam Minera (TRAM), dan Joko Hartono Tirto dari PT Maxima Integra (MIG) juga ikut menjadi tersangka. Sedangkan tiga tersangka lainnya, para mantan petinggi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan.
Keenam tersangka tersebut, kini dalam status tahanan. Kasus Jiwasraya, berawal dari kegagalan perusahaan asuransi milik negara itu membayar klaim nasabahnya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan, gagal bayar Jiwasraya per September 2018 mencapai Rp 13,7 triliun. Gagal bayar yang dialami Jiwasraya, juga mengerek defisit pencadangan keuangan senilai Rp 27,2 triliun.