Senin 10 Feb 2020 17:53 WIB

WNI Terus Berupaya Pulang dari China

Hari ini 21 WNI dari luar kawasan yang diisolasi di China pulang ke Indonesia.

Seorang tukang pembersih melewati kawasan perkantoran yang sepi di Beijing, Senin (10/2). WNI di China berupaya untuk bisa pulang ke Indonesia untuk menghindari corona.
Foto: AP
Seorang tukang pembersih melewati kawasan perkantoran yang sepi di Beijing, Senin (10/2). WNI di China berupaya untuk bisa pulang ke Indonesia untuk menghindari corona.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri,  Kamran Dikarma, Antara

 

Baca Juga

KBRI di Beijing telah memulangkan 21 WNI yang berada di China. Menurut Duta Besar RI di Beijing Djauhari Oratmangun, sebanyak 21 WNI tersebut telah dipulangkan pada pagi hari ini (10/2) dari bandara di Beijing.

“Pagi tadi, kita baru memfasilitasi juga bersama-sama dengan pemerintah daerah-pemerintah daerah terkait itu memulangkan 21 orang dari airport Beijing, belum yang di airport-airport lainnya,” kata Djauhari di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (10/2).

Ke-21 WNI tersebut diperkirakan akan tiba di Jakarta sore ini. Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyampaikan, pemulangan 21 WNI tersebut sudah melalui proses pemeriksaan terlebih dahulu di China dan telah dinyatakan sehat.

Menurut dia, mereka berangkat dari China daratan yang wilayahnya tak mengalami isolasi karena virus corona ini. “Ke-21 orang yang akan pulang, saya garis bawahi adalah mereka sudah menjalani proses pemeriksaan di Tiongkok. Mereka berangkat dari China daratan di wilayah yang tidak mengalami isolasi dan mereka sudah menjalani proses pemeriksaan kesehatan dan mendapat sertifikasi sehat,” kata Faizasyah.

Karena itu, tambahnya, mereka diizinkan kembali pulang ke Tanah Air. Namun, saat tiba di Jakarta nanti para WNI tersebut tetap akan melalui prosedur yang akan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.

“Saat di Tanah Air nanti di Jakarta akan ada satu proses oleh Kemenkes yang diberlakukan serupa dengan prosedur lainnya,” ujarnya.

Sebagian besar warga negara Indonesia sudah meninggalkan China menyusul adanya imbauan Kedutaan Besar RI di Beijing pada akhir Januari 2020. "Sudah. Sebagian besar sudah pada pulang, apalagi libur sekolah diperpanjang," kata  Djauhari Oratmangun, Ahad (9/2).

Sebelumnya, KBRI Beijing mengimbau kepada WNI yang masih berada di beberapa daerah di China selain Provinsi Hubei untuk pulang ke Tanah Air agar terhindar dari segala kemungkinan terpapar 2019-nCov. Selain imbauan dari KBRI, kepulangan WNI tersebut juga disebabkan adanya pengumuman dari Kementerian Pendidikan China (MoE) mengenai perpanjangan masa libur semester Tahun Baru Imlek hingga batas waktu yang belum ditentukan.

"Menyikapi merebaknya wabah virus corona di Tiongkok akhir-akhir ini, bagi warga negara Indonesia di seluruh Tiongkok sekiranya tidak ada kepentingan yang mendesak, kami mengimbau untuk kembali ke Indonesia sampai situasi normal kembali," demikian surat keterangan yang ditandatangani Koordinator Fungsi Protokol dan Kekonsuleran KBRI Beijing Ichsan Firdaus tertanggal 29 Januari 2019 itu.

Dubes Djauhari juga mengungkapkan bahwa tujuh WNI yang masih berada di Provinsi Hubei sebagai episentrum wabah corona dalam kondisi sehat. "Setiap hari saya video call dengan mereka untuk memantau kondisi kesehatannya. Syukur alhamdulillah, mereka sehat semua," ujar mantan dubes RI untuk Rusia tersebut.

photo
Seorang warga bermasker melintasi pertokoan di Hong Kong, Kamis, (6/2). Warga memborong berbagai kebutuhan dasar di toko-toko seiring merebaknya wabah virus corona dari China daratan.

Sebanyak empat WNI yang sampai saat ini berada di Hubei itu sejak awal memang tidak ikut bergabung bersama rekan-rekannya yang dievakuasi dengan menggunakan pesawat carter Batik Air pada 1 Februari 2020. Sementara tiga lainnya batal berangkat karena tidak memenuhi syarat protokol kesehatan setelah tiba-tiba suhu badannya naik.

Sayangnya, kenaikan suhu badan ketiga mahasiswa itu hanya berlangsung sementara karena begitu pesawat Batik Air bertolak dari Wuhan menuju Batam kondisi mereka berangsur stabil sehingga harus kembali ke asrama kampus masing-masing tanpa mendapatkan perawatan khusus.

Semua maskapai penerbangan dari Indonesia tidak beroperasi di jalur penerbangan Indonesia-China setelah ada surat imbauan Kementerian Perhubungan RI per 5 Februari 2020 untuk mencegah penularan 2019-nCoV. Meskipun demikian, beberapa WNI bisa pulang ke Tanah Air setelah tanggal tersebut dengan menggunakan maskapai asing yang masih beroperasi.

Sampai saat ini tidak ada WNI yang masih tinggal di China atau yang sudah pulang ke Indonesia terpapar virus tersebut. Jumlah WNI di seluruh wilayah di China sekitar 15.800 orang yang mayoritas berstatus pelajar.

Sampai saat ini diperkirakan ada 1.500 orang yang memilih bertahan di negara berpenduduk terbesar di dunia yang sedang berperang menghadapi corona.

Waspada di Singapura

Untuk mengurangi potensi penyebaran virus corona, pemerintah mengimbau masyarakat agar meningkatkan kewaspadaannya dan berhati-hati saat berkunjung ke Singapura. Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, saat ini status di Singapura sendiri dinyatakan ada peningkatan penularan virus corona atau status oranye.

“Memang sampai saat sekarang status Singapura, kalau kita ikuti ada perubahan status di internal Singapura sendiri, statusnya jadi oranye. Karena di situ disebutkan ada peningkatan penularan dari virus itu sendiri,” ujar Faizasyah di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (10/2).

Pemerintah, kata dia, akan terus memberikan perlindungan bagi warga negaranya dengan memberikan berbagai imbauan dan peringatan perjalanan. Karena itu, pemerintah pun mengimbau masyarakat agar lebih meningkatkan kewaspadaan, menjaga kesehatan, dan menghindari aktivitas di tempat umum yang berpotensi terjadi penularan.

photo
Pekerja konstruksi memakai masker di sepanjang jalan di Singapura, Rabu (29/1/2020). Kasus positif corona di Singapura terus bertambah.

Selain itu, KBRI di Singapura juga akan terus memberikan pendampingan komunikasi serta menginformasikan status yang dikeluarkan oleh Pemerintah Singapura. “Apakah kemudian Singapura menjadi tertutup untuk kita melakukan kunjungan atau menerima Warga Singapura, tidak ada perubahan posisi. Yang harus ditingkatkan lebih ke arah kehati-hatian kita merencanakan kunjungan ke Singapura,” ujarnya.

Menurut Faizasyah, hingga saat ini pemerintah pun belum memberlakukan pembatasan perjalanan dan tak membatasi penerbangan di wilayah-wilayah yang tidak sedang diisolasi karena virus ini.

Menginfeksi Ratusan Ribu

London School of Hygiene and Tropical Medicine mengatakan virus corona kemungkinan dapat menginfeksi 500 ribu warga di Wuhan, China, pada pertengahan atau akhir Februari. Itu akan menjadi puncak penularan virus tersebut.

Profesor epidemiologi penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine Adam Kucharski mengungkapkan, tren terbaru kasus penyebaran virus di Wuhan secara luas mendukung pemodelan matematika pendahuluan. Ia menggunakan model tersebut untuk memprediksi dinamika model matematika pendahuluan untuk memprediksi transmisi epidemi.

“Dengan asumsi tren saat ini terus berlanjut, kami masih memproyeksikan puncak kasus virus (corona) pada pertengahan hingga akhir Februari di Wuhan,” ujar Kucharski, dikutip laman The Straits Times.

Dia mengakui masih banyak ketidakpastian. “Jadi saya berhati-hati dalam memilih nilai tunggal untuk puncak, tapi itu mungkin. Berdasarkan data saat ini, kita mungkin melihat prevalensi puncak lebih dari lima persen,” ucapnya.

Artinya akan ada potensi setidaknya satu dari 20 orang di Wuhan akan terinfeksi saat puncak epidemi. Kucharski dan rekan-rekannya mendasarkan pemodelan mereka pada berbagai asumsi tentang virus corona.

photo
Kapal World Dream cruise liner, yang dimiliki Genting Hong Kong Limited, berlabuh di Kai Tak Cruise Terminal di Hong Kong, China, (5/2). Ditemukan penumpang yang positif corona di kapal itu. Ratusan WNI yang bekerja sebagai kru kapal disebut dalam kondisi sehat.

Hal itu termasuk masa inkubasi 5,2 hari, penundaan mulai timbulnya gejala hingga konfirmasi infeksi 6,1 hari, dan sekitar 10 juta orang berisiko di Wuhan. Berdasarkan hal itu, prevalensi lima persen setara dengan sekitar 500 ribu infeksi kumulatif. Jumlah tersebut jauh lebih besar dari perhitungan otoritas kesehatan Wuhan pada Ahad malam yang hanya memprediksi 16.902 kasus.

Namun Kucharski menekankan bahwa perhitungan perkiraaannya dapat berubah. Terutama jika pola penularan melambat dalam beberapa hari mendatang.

Pakar dari University of Basel di Swiss Manuel Battegay mengatakan sulit mengetahui berapa jumlah pasti warga di Wuhan yang mengidap virus corona. “Dengan fokus pada ribuan kasus serius, kasus ringan atau tanpa gejala yang mungkin menjelaskan sebagian besar infeksi virus corona mungkin sebagian besar tetap tidak dikenali, khususnya selama musim influenza,” ujarnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan dalam 17 ribu kasus pertama virus corona, sekitar 82 persen di antaranya ringan. Sementara 15 persen lainnya dalam keadaan parah dan tiga persen kritis. Direktur Pusat Infeksi dan Imunitas di Columbia University’s Mailman School of Public Health Ian Lipkin mengatakan, orang dengan gejala ringan atau tanpa gejala belum dihitung sebagai kasus.

Lipkin, yang belum lama ini mengunjungi China untuk memaparkan tentang virus corona, mengaku telah mendengar laporan tentang adanya penurunan jumlah infeksi dalam beberapa hari terakhir. Menurutnya, jika langkah-langkah yang telah diambil sejauh ini untuk mengatasi wabah efektif, pengurangan dramatis dalam infeksi harus diamati pada pekan ketiga atau keempat Februari. Cuaca yang lebih hangat dan awal musim semi mungkin turut menghambat penyebaran virus.

Kepala epidemiologi dan biostatistik di University of Hong Kong Benjamin Cowling mengatakan dalam dua pekan ke depan penting untuk memahami apa yang terjadi. “Apakah ini akan menyebar ke lokasi lain atau sudahkah kita menghindari apa yang bisa menjadi pandemi global karena langkah-langkah kontrol yang telah diterapkan hingga saat ini?” ucapnya.

Direktur Eksekutif Program Kedaruratan WHO Mike Ryan menjelaskan telah ada stabilisasi dalam jumlah kasus virus corona yang dilaporkan dari Provinsi Hubei. “Kita berada dalam periode stabil empat hari, di mana jumlah kasus yang dilaporkan belum bertambah,” ujarnya di Jenewa, Swiss, pada Sabtu pekan lalu. Menurutnya itu mungkin merupakan dampak dari tindakan kontrol yang telah diambil.

“Ada insiden infeksi yang rendah tapi stabil,” kata Ryan. Dia berharap kestabilan itu dapat terjadi di Wuhan dan tempat lainnya di luar China.

“Ini masih merupakan wabah penyakit yang sangat intens di Wuhan dan Hubei, dan masih ada risiko besar di hampir semua provinsi lain (di Cina). Jadi kita akan menunggu dan melihat.

Hingga Ahad (9/2), jumlah korban meninggal akibat virus corona di China telah mencapai 909 jiwa. Angka itu melampaui jumlah kematian akibat wabah SARS pada 2002-2003 yang berkisar 700 orang.  Kasus infeksi atau penularan juga masih bertambah. Saat ini China menangani sedikitnya 40.171 pasien virus corona.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement