Rabu 05 Feb 2020 15:16 WIB

Peneliti UGM: Perlu Alternatif Pasar Pariwisata Selain China

Indonesia perlu mencari alternatif pasar pariwisata selain China

15 Turis Muslim China Menangis Dengar Azan di Masjid Sumbar. Sebanyak 15 orang wisatawan Muslim asal Kota Kunming, China siang ini, Rabu (29/1) berkesempatan melaksanakan shalat zhuhur di Masjid Raya Sumatra Barat (Sumbar).
Foto: istimewa
15 Turis Muslim China Menangis Dengar Azan di Masjid Sumbar. Sebanyak 15 orang wisatawan Muslim asal Kota Kunming, China siang ini, Rabu (29/1) berkesempatan melaksanakan shalat zhuhur di Masjid Raya Sumatra Barat (Sumbar).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Peneliti Institute of International Studies (IIS) Universitas Gadjah Mada Indrawan Jatmika mengatakan Indonesia perlu mencari alternatif pasar pariwisata selain China untuk meminimalisasi dampak perekonomian akibat wabah Virus Corona jenis baru (2019-nCoV).

"Karena terjadinya Virus Corona ini ya mau tidak mau Indonesia harus mencari pasar lain," kata Indrawan di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (5/2)

Di sektor industri pariwisata, menurut dia, Indonesia sangat mengharapkan turis dari China. Namun demikian, untuk saat ini hal itu tidak lagi bisa menjadi sandaran karena pergerakan manusia antarnegara, khususnya dari dan ke China akan dibatasi.

"Industri pariwisata ini memang menjadi industri yang paling terdampak karena pergerakan manusia sangat dibatasi supaya virus tidak semakin berkembang," kata dia.

Selain aspek pariwisata, menurut dia, Indonesia juga perlu mencari subtitusi produk yang selama ini dihasilkan oleh China dan kini terhambat akibat virus yang diduga muncul pertama kali di daerah Wuhan itu. Menurut Indrawan, kondisi tersebut akan berdampak terhadap perekonomian hingga persoalan virus itu berakhir.

"Kalau merujuk virus SARS yang terjadi pada awal 2000-an, mereka bisa menyetop selama enam bulan. Paling tidak setahun setelah itu orang akan lupa lagi," kata dia.

Ia menambahkan dalam perspektif ilmu Hubungan Internasional (HI) interdependensi atau saling ketergantungan antarnegara adalah kunci.

"Ketika ketergantungan itu memang sangat tinggi, terutama China, sebagai negara produsen dunia serta pemain global, maka mau tidak mau orang akan kembali lagi karena sama-sama saling membutuhkan," kata Indrawan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement