Selasa 04 Feb 2020 22:38 WIB

Mari Pangestu Pernah Ingin Jadi Wartawan

Mari Elka Pangestu sempat aktif berkegiatan di ekstrakulikuler majalah sekolah.

Ahli ekonomi Indonesia Mari Elka Pangestu menjawab pertanyaan saat wawancara ekslusif dengan Kantor Berita Antara di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Foto: Antara/Saptono
Ahli ekonomi Indonesia Mari Elka Pangestu menjawab pertanyaan saat wawancara ekslusif dengan Kantor Berita Antara di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (4/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Mari Elka Pangestu mengaku pernah ingin dan bercita-cita menjadi wartawan bahkan sempat aktif berkegiatan di ekstrakurikuler majalah sekolah dan menjabat sebagai redaktur pelaksana di majalah tersebut.

“Sebenarnya saya waktu SMP jelang SMA saya mau jadi wartawan. Karena saya suka menulis dan tentu aktif di koran sekolah,” kata mantan Menteri Perdagangan itu dalam media visit ke Redaksi Kantor Berita Antara Jakarta, Selasa (4/2).

Putri ekonom ternama J. Panglaykim itu tak tanggung-tanggung pernah menjabat sebagai redaktur pelaksana di majalah sekolahnya. Sang ayah sempat mencandainya dengan cita-cita putri kesayangannya itu.

“Ayah saya bilang kamu mau jadi miskin ya jadi wartawan, secara bercanda, saya mikir ya. Kamu bisa ambil sekolah apapun, karena menulis jadi wartawan tidak harus sekolah wartawan. Nanti menulis bisa menulis di manapun,” katanya.

Mari kemudian pun berpikir tak masalah sekolah dengan latar belakang apapun karena bisa menulis dengan tema yang dikuasainya.

Seiring berjalannya waktu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) periode 2011-2014 itu mengubah cita-citanya yakni menjadi dokter.

“Setelah itu berkembang mau jadi dokter, ibu saya sangat bahagia karena zaman itu dokter atau insinyur pilihan paling atas. Saya masuk kedokteran diterima masuk tingkat 1 kedokteran, tapi waktu itu masih umum saya waktu itu ambil ekonomi,” katanya.

Faktanya mata kuliah ekonomi ternyata membuatnya kepincut sehingga ia putar haluan melanjutkan kuliah di bidang ekonomi.

“Ibu saya sedih tapi ayah saya bahagia tapi diam-diam bahagianya. Dia tidak pernah memaksa, tapi secara tidak sadar ya ayah saya sering membawa saya ketemu teman-temannya, kita relatif kecil tapi dengerin orang besar-besar ini bicara masalah dunia, masalah ekonomi,” katanya.

Di alam bawah sadarnya itu, Mari mengaku secara tidak sadar mendapatkan pengaruh dari ayahnya untuk menyukai ilmu-ilmu ekonomi.

“Di tingkat 3 saya ambil ekonomi pembangunan. Di situ kecintaan saya bukan hanya ke ekonomi tapi bagaimana ekonomi dapat digunakan untuk membantu pembangunan suatu negara,” kata perempuan kelahiran 23 Oktober 1956 itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement