Selasa 04 Feb 2020 15:39 WIB

Stok Masker Kemenkes Cukup, tapi tidak untuk Sekarang

Kemenkes menyebut stok maskernya mencukupi, namun tidak untuk sekarang.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Reiny Dwinanda
Pembeli memilih masker yang dijual di salah satu apotek di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/2). Sejak marak hoaks virus corona, permintaan masker melonjak hingga pasokannya menjadi langka di pasaran.
Foto: Antara/Arnas Padda
Pembeli memilih masker yang dijual di salah satu apotek di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/2). Sejak marak hoaks virus corona, permintaan masker melonjak hingga pasokannya menjadi langka di pasaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Dokter Weindra Waworuntu mencermati faktor yang membuat langkanya masker di pasaran. Menurutnya, Kemenkes sebetulnya memiliki stok masker yang cukup, namun tidak akan digelontorkan untuk merespons kekhawatiran akan penyebaran virus corona jenis baru.

"Kita masih ada kabut asap dan yang lain sebenarnya. Yang kita siapkan adalah untuk menghadapi penyakit yang ada di Indonesia sekarang. Kita masih punya banyak pasien tuberkulosis (TB)," tutur Weindra kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (4/2).

Baca Juga

Tuberkulosis merupakan penyakit yang menyebar melalui udara dengan tingkat kematian mencapai 60 persen. Pada 2018, kasus TB di Indonesia terpantau ada 845 ribu kasus.

Berdasarkan data dari Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, TB telah merenggut 67 ribu jiwa per tahun. Indonesia hingga kini masih tercatat sebagai negara ketiga setelah India dan China dengan kasus TB terbanyak.

Lebih lanjut, Wiendra mengatakan, kelangkaan masker terjadi akibat banyak masyarakat yang percaya pada berita bohong atau hoaks. Ia mengajak masyarakat untuk lebih objektif memandang masalah.

"Virus hoaksnya lebih banyak. Saya mau tanya, kalau Anda jalan-jalan di sini memang sudah ada virus corona di Indonesia?" ujar dia.

Sejauh ini, sudah 20.626 orang yang positif terinfeksi virus corona jenis baru. Korban tewas akibat terinfeksi virus corona telah mencapai 462 jiwa.

Weindra menyebut, kini orang menganggap masker sebagai kebutuhan dasar. Padahal, kebutuhan dasar sebenarnya adalah makanan bergizi, istirahat cukup, serta pergi ke pelayanan kesehatan jika sakit.

Lalu, kapan orang sebenarnya membutuhkan masker? Menurut Weindra, masyarakat memang diimbau menggunakan masker jika batuk atau flu. Sebaiknya mereka tetap di rumah jika sakit.

"Daripada pakai masker, kalau sakit sebaiknya di rumah saja. Kenapa takut dan pakai masker? Kalau (persediaan) masker nggak ada, kami nggak bisa produksi," kata dia.

Wiendra juga menyebut, masker dapat dikenakan untuk menghindari cuaca yang tercemar polusi atau kondisi lingkungan udara yang tidak sehat. Dalam kondisi sehat, orang tidak perlu menggunakan masker.

Menurut pedagang di Pasar Pramuka, Jakarta, penjualan masker mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat dibanding hari biasa setelah wabah virus corona. Sementara itu, untuk masker jenis N95 telah langka di pasaran.

Perbaiki imunitas

Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan, pemenuhan gizi yang seimbang merupakan upaya paling penting untuk meningkatkan imunitas tubuh. Dengan begitu, penularan virus apa pun bisa dicegah, termasuk virus corona yang tengah mewabah di China dan puluhan negara lainnya.

"Virus lawannya hanya imunitas. Kalau imunitas tubuh kita baik, nggak usah takut sama virus," katanya di puncak peringatan ke-60 Hari Gizi Nasional di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Senin (27/1).

Terawan menjelaskan, pusat imunitas tubuh manusia berada di sistem pencernaan yang terletak di bagian usus. Usus akan dapat bekerja secara optimal jika diberi asupan gizi yang seimbang dan cukup sehingga mampu meningkatkan kekebalan tubuh.

Tubuh yang memiliki ketahanan tinggi akan dapat menghalau kemungkinan terjangkit penyakit akibat serangan bakteri dan virus. "Jadi biar saja berkembang isu apa saja. Tetapi yang paling penting kita jaga imunitas tubuh kita dengan hidup sehat," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng Mohammad Faqih menjelaskan, virus corona 2019 yang muncul pertama kali di Wuhan, China, bisa menular antarmanusia lewat batuk dan bersin. Virus juga bisa menular lewat makanan tercemar air liur orang yang terinfeksi virus tersebut.

"Dari cairan dari air liur, kemudian kalau kena batuk di makanannya kemudian termakan juga itu bisa menular," kata Daeng, Ahad (26/1).

Daeng menuturkan, selain penularan dari hewan ke manusia, virus corona jenis baru itu dapat menular lewat kontak dekat dengan pasien atau orang yang terjangkit virus itu. Penularan dengan kontak langsung dengan penderita bisa lewat pernapasan, percikan ludahnya, terkena napas atau batuk dari orang yang positif terjangkit, atau menyentuh langsung ke makanan yang dimakan orang terinfeksi virus.

"Karena penularan virus ini bisa ke jaringan mukosa di badan, maka jangan gampang mengucek mata, hidung pakai tangan, dan kalau bisa tangannya selalu bersih, misalnya mau kucek mata dan hidung, mau makan, maka tangan sebaiknya dibersihkan dulu," ujarnya

Untuk menghindari kontak dekat, maka masyarakat diimbau untuk tidak melakukan perjalanan ke tempat terjadinya penyakit itu. "Salah satu untuk mencegah terinfeksi virus itu yakni jangan melakukan kontak dengan penderita," tutur Daeng.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement