Selasa 04 Feb 2020 09:09 WIB

Ramai-Ramai Warga Tinggalkan Natuna Selama Masa Karantina

Ratusan warga Natuna keluar dari Ranai karena khawatir tertular virus Corona.

Sejumlah warga Natuna melakukan aksi unjuk rasa di depan gerbang pangkalan TNI Angkatan Udara Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (1/2/2020).
Foto: Antara/Cherman
Sejumlah warga Natuna melakukan aksi unjuk rasa di depan gerbang pangkalan TNI Angkatan Udara Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (1/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, Antara, Mimi Kartika, Arif Satrio Nugroho

Ratusan masyarakat memilih meninggalkan Ranai, Natuna, Kepri sehari setelah Pemerintah Pusat mengevakuasi 238 WNI dari Wuhan, China ke daerah tersebut. Masyarakat khawatir ke 238 WNI tersebut membawa wabah virus Corona jenis baru ke Ibu Kota Natuna.

Baca Juga

"Warga takut tertular virus mematikan tersebut," kata salah seorang warga Natuna, Herman saat dihubungi Antara, Senin malam.

Berdasarkan data PT Pelni wilayah kerja Ranai, sedikitnya 675 penumpang yang berangkat menggunakan Kapal KM Bukit Raya pada Senin pukul 03.00 WIB, rute Ranai-Midai. Rata-rata warga yang keluar dari Ranai memang adalah warga asli Kalimantan, Pulau Midai, Pulau Serasan, dan Pulau Subi.

Menurut Herman, masih ada warga lain yang meninggalkan Ranai dengan kapal-kapal lainnya seperti pompong nelayan atau sejenisnya. "Termasuk istri dan anak saya, mereka minta pulang ke Pulau Serasan, sebab takut dengan isu virus corona," tutur Herman.

Warga lainnya, Musliha, mengaku sementara ini terpaksa meninggalkan Natuna dan kembali ke daerah kelahirannya, Pulau Midai. Ia merasa risau terjangkit virus Corona, meski pemerintah sudah menyatakan 238 WNI dari Wuhan, China itu pulang ke Tanah Air dalam kondisi sehat.

"Nanti pasti balik lagi ke Ranai kalau proses karantina WNI itu sudah selesai. Informasinya mereka dikarantina selama dua pekan di Natuna," ucapnya.

Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti mengatakan, warga meminta pemerintah pusat menjamin kesehatan seluruh warga Kabupaten Natuna. Kendati warga telah menolak, pemerintah pusat tetap menjalankan observasi di Natuna bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari China terkait wabah virus corona.

"Jaminan kesehatan kepada masyarakat itu yang paling penting, kemudian klarifikasi tentang kordinasi yang tidak dilakukan oleh pemerintah kepada pemerintah daerah itu yang paling penting," ujar Ngesti saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Ahad (2/2).

Ia mengklaim pemerintah pusat tak melakukan koordinasi atau komunikasi dengan pemerintah kabupaten (pemkab) atau warga terkait penempatan program observasi di Natuna. Ia mengaku, mengetahui rencana itu dari media sosial.

Menurut Ngesti, warga khawatir dengan penyebaran virus Corona dapat terjadi di Natuna. Pemerintah pusat tak melakukan sosialisasi terkait rencana kebijakan tersebut dan cara mengantisipasi virus corona kepada warga Natuna.

"Mau tak mau hari ini karena pemerintah pusat sudah menjalankan tugasnya ke Natuna ya. Hari ini kan tidak ada lagi pemberontakan yang harus bagaimana, karena awal-awal kan masyarakat sudah mengantisipasi dengan penolakan, ini ada beberapa untutan dari masyarakat," kata Ngesti.

Ia menuturkan, ada enam poin tuntunan warga, yang paling mendesak pemerintah pusat harus menjamin kesehatan masyarakat di Natuna. Pemerintah pusat harus menjamin virus Corona tak menyebar di Natuna.

Wakil Ketua Umum DPP PAN Mulfachri Harahap meminta pemerintah untuk memperhatikan keluhan dan aspirasi masyarakat di Natuna, terkait penolakan wilayah tersebut sebagai tempat karantina WNI yang baru dipulangkan dari Wuhan, China.

"Sejak awal masyarakat di Natuna menolak daerah mereka dijadikan sebagai tempat karantina WNI yang baru dipulangkan dari Wuhan, Tiongkok. Sejauh ini, pemerintah kelihatannya belum menjawab secara tuntas apa yang menjadi tuntutan mereka," kata Mulfachri dalam keterangan pers, Jakarta, Senin (3/2).

Menurut Mulfachri, pemerintah bisa memberikan kompensasi kepada pemerintah daerah dan masyarakatnya. Ia menilai, kompensasi ini perlu mengingat tindakan observasi berpengaruh pada aktivitas sehari-hari WNI dari Wuhan tersebut.

"Misalnya, karena mereka saat ini banyak yang tidak berani keluar rumah, dan karena itu usaha mereka banyak yang terganggu, sudah selayaknya pemerintah memberikan bantuan dan subsidi bagi masyarakat Natuna. Kebutuhan mereka sudah semestinya dipenuhi oleh pemerintah," ujarnya menambahkan.

Mulfachri menilai, seharusnya sebelum 245 WNI diobeservasi, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan elemen-elemen masyarakat lainnya di Natuna diajak bicara terlebih dahulu.

"Tidak seperti sekarang, tiba-tiba pemerintah mengambil keputusan untuk menempatkan mereka di sana. Bagi warga Natuna, pemilihan daerah mereka sebagai tempat karantina, menyisakan sejumlah persoalan. Mereka merasa diperlakukan tidak adil," ujarnya.

In Picture: Warga Natuna Demo Tolak Dijadikan Lokasi Karantina WNI

photo
Sejumlah warga Natuna melakukan aksi unjuk rasa di depan gerbang pangkalan TNI Angkatan Udara Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (1/2/2020).

Jaminan pemerintah pusat

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono mengatakan, akan ada pembatas tiga lapis di lokasi untuk mengobservasi WNI yang dipulangkan dari Provinsi Hubei, China. Untuk itu, Anung mengatakan masyarakat Natuna tidak perlu khawatir dengan adanya lokasi observasi apakah ada WNI yang tertular virus Corona.

"Mengenai mengapa di Natuna, ini kebijakan pemerintah, kami di Kementerian Kesehatan memberikan persiapan pelayanan. Tentu pemerintah punya pertimbangan-pertimbangan, karena waktu, karena persoalan jumlah, karena persoalan kedaruratan itu sendiri. Banyak opsi yang disiapkan, tapi pemerintah memilih Natuna sebagai tempat observasi kesehatan selama masa karantina," kata Anung.

Pemerintah membagi wilayah karantina dalam tiga lapis, yaitu lapis pertama di mana para WNI tidak ada yang kontak dengan orang lain kecuali tenaga kesehatan. Pada lapis kedua digunakan untuk dukungan pelayanan kesehatan, makanan, dan sebagainya. Sementara di lapis ketiga digunakan untuk tempat melakukan pemantauan.

"Kami semua ada di situ untuk memastikan bahwa apa yang dikhawatirkan oleh masyarakat itu tidak terjadi," kata Anung.

Anung menegaskan penempatan karantina di hanggar pangkalan udara bukan hanya mempertimbangkan lokasi yang paling jauh, namun melihat psikologi para WNI yang diobservasi kesehatannya agar tidak stres. Kendati demikian, pertimbangan jarak yang berjauhan dengan lokasi masyarakat juga menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan lokasi karantina merujuk pada mekanisme penularan virus.

Anung menyatakan sejauh ini mekanisme penularan masih belum jelas meski beberapa menyebutkan kemungkinan melalui kontak dekat, melalui udara, dan juga melalui droplet atau dahak dan bersin orang yang terinfeksi. Namun, Anung memastikan jarak tempat observasi kesehatan para WNI di Natuna cukup jauh dari lingkungan masyarakat umum.

"Jarak yang saat ini ada diyakini cukup jauh, virus ini juga tidak terlalu kuat di udara, daerah itulah yang kemudian kita yakin. Kita dari sisi kesehatan memastikan bahwa apa yang terjadi kalau itu adalah sifatnya airborneitu tidak akan sampai ke komunitas," katanya.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Subandriyo mengimbau masyarakat di Natuna, Kepulauan Riau, tidak khawatir akan tertular dari virus Corona.

"Mereka yang dipulangkan dari Wuhan itu sudah di-screening sebelumnya bahwa mereka sudah tidak ada gejala jadi saat ini semuanya dalam keadaan sehat tidak ada penyakit, karena yang ada penyakit tidak diizinkan untuk dievakuasi," kata Amin, Senin.

Amin menuturkan, proses karantina telah sesuai dengan standar WHO. Lagipula pemerintah menempatkan WNI yang kembali dari China tersebut di tempat yang tidak terlalu dekat dengan masyarakat umum.

"Tidak ada masyarakat umum yang ikut masuk di situ sehingga kemungkinan masyarakat di sekelilingnya untuk tertular itu sangat kecil," ujarnya.

Menurut Amin, masyarakat juga perlu mengetahui bahwa penempatan WNI dari China di hanggar Pangkalan TNI di Natuna telah memenuhi persyaratan yang disarankan oleh WHO. Mereka yang baru datang dari negara yang tertular itu perlu dipantau dan diobservasi selama masa inkubasi, yakni 14 hari.

Adapun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berterima kasih kepada masyarakat Natuna di Kepulauan Riau karena telah memberikan "lampu hijau" atas kehadiran ratusan WNI asal Wuhan, China, untuk diobservasi kesehatannya di pangkalan militer TNI di Natuna.

"Saya berterima kasih kepada masyarakat Natuna yang sudah memberikan 'lampu hijau' karena ini saudara-saudara kita sendiri," kata dia, di sela kegiatan meninjau desa terdampak longsor di Sukajaya, Bogor, Jawa Barat, Senin (3/2).

Ia menekankan, ratusan WNI yang diobservasi kesehatannya di Natuna dalam kondisi baik. Namun, dia menyampaikan dalam protokol kesehatan diperlukan tahapan-tahapan sebelum dikembalikan ke keluarga.

"Diperlukan tahapan observasi sehingga betul-betul dinyatakan mereka clean, bersih, sehingga dapat kembali ke keluarga masing-masing. Itu protokol kesehatan yg harus diikuti," kata dia.

Ia mengatakan, pemilihan Natunadi Kepulauan Riau sebagai tempat observasi WNI dari Wuhan, China, merupakan keputusan bersama setelah mengukur segala tingkat kesiapan.

"Saya kira kita memerlukan kebesaran hati seluruh masyarakat Indonesia. Apapun itu adalah saudara-saudara kita," kata dia.

photo
Hoaks dan Virus Corona

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement