Selasa 04 Feb 2020 07:24 WIB

Wilayah Lampung Masih Defisit Daya 600 MW

Provinsi Lampung masih sangat bergantung dengan pasokan daya listrik dari Sumsel.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Andi Nur Aminah
Pekerja memasang instalasi listrik di menara Sutet. (ilustrasi)
Foto: Antara/Umarul Faruq
Pekerja memasang instalasi listrik di menara Sutet. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Defisit daya listrik masih terjadi di wilayah Provinsi Lampung mencapai 600 Megawatt (MW). Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dibangun tambahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) agar kebutuhan daya listrik tercukupi dan semua desa berlistrik.

 

Baca Juga

“Saat ini kita masih defisit daya mencapai 600 MW. Saya sudah bicarakan sama Menteri ESDM, agar perlu solusi untuk mengatasinya di antaranya perlu ada tambah pembangkit tenaga uap,” kata Gubernur Lampung Arinal Djunaidi pada keterangan persnya di Bandar Lampung, Senin (3/2).

 

Arinal telah bertemu dengan Menteri ESDM Erick Tohir untuk membicarakan masalah defisit yang masih terjadi di Lampung. Selama ini, ujar dia, Provinsi Lampung masih sangat bergantung dengan pasokan daya listrik dari Sumatra Selatan melalui jaringan transinterkoneksi Sumbagsel.

 

Setelah bertemu dengan Kementrian ESDM, ia mengatakan hal tersebut juga telah dibicarakan kepada PT Bukit Asam. Selama ini, ujar dia, pasokan batubara yang dikirim ke Suralaya, Jawa Barat melalui wilayah Lampung.

 

“Batu bara yang diangkut PT Bukit Asam melintasi wilayah Lampung. Sudah sepantasnya batu bara tersebut dapat mencukupi kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap,” kata Arinal, yang pernah menjabat Sekretaris Daerah Provinsi Lampung.

 

Mengenai klaim General Manager PT PLN Distribusi Lampung bahwa daya listrik di Lampung surplus, Arinal membantahnya. Menurut dia, bila terjadi surplus tidak mungkin selalu terjadi mati lampu, masyarakat dapat merasakan masih sering terjadi mati lampu yang tidak menentu.

 

Pemprov menjanjikan semua desa akan teraliri listrik 100 persen pada 2020. Saat ini masih tersisa 60 desa yang belum berlistrik atau rasio kelistrikannya 98,56 persen. Terakhir, 40 desa sudah berlistrik termasuk di Dusun Kalangan dan Pulau Pahawang Induk.

 

Kebutuhan daya listrik di Lampung sangat dibutuhkan pada sektor ekonomi mikro dan pariwisata. Kegiatan ekonomi produksi sangat terganggu dengan seringnya mati lampu. Termasuk sektor pariwisata di Lampung. Untuk itu, Arinal berharap semua pihak mendorong percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan di Lampung.

 

“Salah satunya yang terpenting membangun energi PLTU dalam setahun ke depan, setelah itu bio energi. Semua itu agar Lampung terang berjaya,” katanya.

 

Berdasarkan pemantauan Republika.co.id di Pulau Sebesi, warga masih mengeluhkan pasokan daya listrik di pulau tersebut kurang. Selama ini, warga masih mengandalkan pasokan daya listrik dari PLTD yang hanya bertahan hidup listriknya enam jam.

 

Yusuf, tokoh masyarakat Dusun Regahan Lada III, Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung mengeluhkan listrik yang menyala hanya enam jam dari pukul 18.00 hingga 24.00.

“Setiap malam kami selalu gelap, siang hari sama sekali tidak ada listrik, bagaimana ekonomi masyarakat mau maju kalau listrik tidak ada,” ujarnya.

 

Ia berharap pemerintah pusat dan provinsi memerhatikan masyarakat yang berada di Pulau Sebesi. Menurut dia, ekonomi masyarakat nelayan dan petani di Pulau Sebesi sangat mendambakan listrik yang menyala 24 jam, agar terjadi peningkatan taraf ekonomi rakyat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement