Selasa 04 Feb 2020 04:15 WIB

Momentum Dunia Harus Bersatu Lawan Virus Corona

WHO meningkatkan status wabah virus corona menjadi darurat internasional.

Nur Aini
Foto: dok. Republika
Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nuraini*)

Virus corona jenis baru (2019-nCoV) yang muncul pertama kali di Wuhan, China kini telah menyebar ke negara Asia lainnya hingga Eropa dan Amerika. Atas kondisi itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan wabah virus corona sebagai darurat global. Akan tetapi, status darurat global tersebut tidak cukup untuk membuat dunia bekerja sama mencegah penyebaran virus corona. Kondisi itu terlihat dari respons WHO dan negara-negara di dunia atas kasus penyebaran virus corona.

Sejak kasus virus corona terdeteksi pertama kali di Wuhan, China pada awal Desember 2019, WHO mulai menyelidiki kasus itu satu bulan kemudian yaitu pada 8 Januari 2020. Saat itu, WHO menyatakan perlu mengumpulkan informasi yang lebih komprehensif untuk mengonfirmasi dan mendalami wabah, gambaran klinis, menentukan sumber, cara penularan, tingkat infeksi, hingga penanggulangan. Padahal, saat itu, sudah ditemukan 50 kasus orang dengan gejala pneumonia yang sebabnya masih misterius. Kasus pneumonia tersebut sudah diidentifikasi oleh Badan Pengendali dan Pencegahan Penyakit China sebagai infeksi jenis corona baru.

Virus corona diketahui sebagai keluarga virus yang menyebabkan berbagai penyakit mulai dari pilek hingga sindrom pernapasan akut mematikan. Sebelumnya telah ditemukan enam jenis virus corona, empat di antaranya hanya menyebabkan gejala gangguan pernafasan kecil seperti flu. Akan tetapi, dua lainnya yaitu SARS dan MERS telah menyebabkan kematian. Di seluruh dunia, kematian akibat SARS mencapai 700 orang. Sementara, MERS menewaskan 449 orang pada 2015.

Meski virus corona telah menewaskan satu orang di China pada 13 Januari, WHO menyatakan virus tersebut belum menyebar ke daerah lain. Virus corona tipe baru terdeteksi dari sebuah pasar makanan laut di pusat kota Wuhan, China yang ditutup pada 1 Januari. Saat itu, WHO menyatakan belum ada bukti penularan dari manusia ke manusia. Akan tetapi, sehari kemudian, WHO memperingatkan virus corona berpotensi menyebar dan bisa ditularkan antar-manusia. Atas temuan itu, belasan ahli kesehatan di WHO bertemu dan mempertimbangkan wabah virus corona menjadi darurat global.

Pertimbangan itu tidak langsung diambil WHO, karena pada 23 Januari, organisasi kesehatan dunia itu menyatakan wabah virus corona sebagai hanya keadaan darurat di China. Namun, WHO menekankan keputusan itu bukan tanda tidak menganggap situasi di China serius. Pemerintah China kemudian mengurung jutaan warga Wuhan dengan menghentikan operasional transportasi dari dan keluar kota. Isolasi kota juga meluas ke wilayah sekitar Wuhan yaitu Ezhou dan Huanggang.

Dua hari kemudian, WHO mengoreksi penilaiannya dalam menetapkan status wabah corona yang semula hanya moderat menjadi sangat tinggi di China, tinggi di level regional, dan tinggi di level global. WHO meningkatkan status wabah virus corona menjadi darurat internasional pada 30 Januari. Namun, pada saat itu, wabah virus corona telah menjangkau 18 negara, dengan 7.711 orang terinfeksi dan 170 orang meninggal dunia.

Dengan darurat internasional itu berarti wabah virus corona membutuhkan respons internasional yang terkoordinasi. Akan tetapi, status itu ditetapkan saat penyebaran wabah virus corona telah meluas. Sebelum status darurat internasional ditetapkan WHO, negara-negara di dunia sudah diliputi kekhawatiran dan kepanikan. Jepang, Korsel, Jerman, Prancis, dan Uni Eropa mengirimkan pesawat ke Wuhan, China untuk mengevakuasi warganya. India dan Australia kemudian juga menyusul untuk mengevakuasi warganya di Wuhan. Upaya evakuasi warga dari berbagai negara di dunia itu dilakukan atas kebijakan masing-masing negara. Pakistan memilih untuk tidak mengevakuasi warganya sebelum menjalani masa inkubasi selama 14 hari.

Saat negara lain ramai mengevakuasi warganya, Indonesia masih mempertimbangkan evakuasi WNI dari Wuhan. Baru setelah desakan di dalam negeri menguat hingga pada 30 Januari, Indonesia memutuskan untuk mengevakuasi WNI dari wilayah yang terdampak virus corona di China. Namun, setelah evakuasi tersebut  menyisakan masalah terkait karantina. Pemerintah Kabupaten Natuna menolak wilayahnya dijadikan lokasi karantina WNI yang baru tiba dari Wuhan. Hal itu karena warga khawatir atas penyebaran virus corona di wilayah Natuna.

Kekhawatiran warga Natuna itu beralasan, sebab penanggulangan penyebaran virus corona masih dilakukan dengan kemampuan masing-masing negara. Belum ada koordinasi bantuan global bagaimana mencegah dan menanggulangi wabah virus corona. Prosedur standar operasional yang harus dipatuhi negara-negara di dunia untuk mencegah virus corona juga belum kunjung diterbitkan. Padahal, WHO sendiri mengakui penyebaran virus corona tipe baru tersebut terus meluas hingga kini telah menjangkau 23 negara. Virus corona juga telah menular antar-manusia di luar China, yang dialami Jepang. Jumlah penambahan infeksi virus corona melonjak hingga lebih 2.000 kasus dalam sehari, yang pada 2 Februari telah mendekati 12 ribu kasus di seluruh dunia.

Dengan kondisi penyebaran virus corona yang begitu cepat, dunia juga harus bergerak sama cepatnya. Koordinasi global diperlukan untuk segera menangani kasus di berbagai negara. Dunia tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan masing-masing negara dalam mencegah penyebaran virus corona. Sebab, kemampuan masing-masing negara dalam segi kesehatan berbeda. Negara miskin, terlebih yang dilanda peperangan dengan fasilitas kesehatan minim akan menjadi yang paling menderita, saat wabah virus corona menjangkau wilayahnya. Prosedur operasional standar (SOP) penanganan dan pencegahan virus corona global juga mendesak segera disebarkan ke seluruh dunia. Inilah momentum tepat bagi dunia bersatu, menghimpun kekuatan untuk bersama melawan virus corona.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement