Senin 03 Feb 2020 21:32 WIB

Menteri Airlangga Tanggapi Kecurigaan Soal RUU Omnibus Law

Airlangga mengatakan ruang pembahasan publik atas RUU Omnibus Law ketika di DPR.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri)
Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons pertanyaan perihal adanya kecurigaan serikat pekerja dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebagai jalan pintas dengan melegalkan setiap aturan-aturan. Menurut dia, proses pembentukan undang-undang pasti melewati pembahasan di DPR RI.

"Pertama, pembahasan undang-undang itu dengan DPR, itu beda kalau kita tetap dalam bentuk perpres (peraturan presiden), ini kan dalam bentuk perundang-undangan, jadi ada ruang pembahasan di parlemen," ujar Airlangga dalam seminar nasional di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Senin (3/2).

Baca Juga

Ia mengklaim, pemerintah telah melakukan sinkronisasi dengan 31 kementerian dan lembaga serta kalangan akademik dalam penyusunan kajian akademis. Beberapa kementerian, kata dia, sudah melakukan pembahasan dengan berbagai kalangan termasuk kalangan pekerja.

Namun, pembahasan dan pembicaraan bersama para pekerja tentu berlangsung dalam level tertentu. Sebab, kementerian dan lembaga itu masing-masing membidangi sektor yang berbeda.

"Karena ini kan seluruhnya usulan dari 31 kementerian dan lembaga sesuai dengan arahan Bapak Presiden kita melakukan transformasi ekonomi, transformasi ekonomi itu termasuk di dalamnya kultur daripada perizinan dan juga proses pemberian izin baik dari pusat maupun daerah baik dari kementerian maupun melewati sistem-sistem yang ada," jelas Airlangga.

Sebelumnya, serikat pekerja belum dilibatkan dalam proses penyusunan konsep Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Para serikat pekerja dijanjikan untuk dilibatkan, namun tindak lanjut janji tersebut belum terjadi.

"Belum (ada pelibatan pekerja) sampai hari ini," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi dalam diskusi yang digelar di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (1/2).

Ristadi menyebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sempat mengundang para serikat pekerja di Kementerian Ketenagakerjaan ihwal penyusun RUU Cipta Lapangan Kerja. Dalam pertemuan itu, pemerintah berjanji bahwa akan ada tim dari serikat pekerja yang akan turut andil dalam penyusunan.

"Kemenaker menyampaikan bahwa Serikat pekerja akan dilibatkan, akan dibentuk sebuah tim untuk membahas di cluster ketenagakerjaan, cumansampai hari ini kami belum menerima surat lanjutan untuk diminta personelnya atau ketentuan teknis tugas fungsinya soal ini," ujar Ristadi.

Puluhan Serikat Buruh yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia  (FRI) menilai keseluruhan proses penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja sangat tertutup, tidak demokratis, dan hanya melibatkan pengusaha. Selain itu, mereka juga menilai substansi RUU Cilaka Indonesia menyerupai watak pemerintah kolonial Hindia Belanda.

"Konsep sistem ketenagakerjaan dalam RUU Cilaka mirip kondisi perburuhan pada masa kolonial Hindia Belanda," demikian pernyataan FRI yang disampaikan oleh Nining Elitos dari Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dalam keterangan yang diterima Republika.

FRI menilai RUU Cilaka juga mengembalikan politik pertanahan nasional ke zaman kolonial karena semangatnya sama dengan ketentuan dalam Agrarische Wet 1870. Aturan tersebut berambisi mempermudah pembukaan lahan sebanyak-banyaknya. Sama hanya dengan UU Cilaka yang dinilai menarik investasi asing.

"Formalisme hukum yang kuat dalam RUU Cilaka menghidupkan kembali semangat domein verklaring khas aturan kolonial.  Masyarakat kehilangan hak partisipasi dan jalur upaya hukum untuk mempertahankan tanah yang mereka kuasai," kata FRI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement