Senin 03 Feb 2020 19:31 WIB

Larangan Turis China Pasti Berdampak ke Pariwisata Indonesia

Tahun lalu sebanyak 2 juta turis China masuk ke Indonesia.

Sejumlah wisatawan dari negara China memasuki area terminal keberangkatan Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (29/1/2020). Pemerintah Indonesia sudah memastikan melarang masuknya turis China.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah wisatawan dari negara China memasuki area terminal keberangkatan Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (29/1/2020). Pemerintah Indonesia sudah memastikan melarang masuknya turis China.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Septyaningsih, Idealisa Masyrafina, Antara

Pemerintah Indonesia menghentikan sementara kebijakan bebas visa bagi turis China. Langkah ini diambil demi mencegah penyebaran virus corona ke Tanah Air.

Baca Juga

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, bisnis penerbangan dan pariwisata kemungkinan besar harus menanggung kerugian karena rute penerbangan Indonesia-China ditutup. Tapi menurut Kadin, keputusan itu memang harus diambil.

"Kami memahami keputusan tersebut diambil untuk kebaikan bersama. Memang menjadi tidak nyaman untuk bisnis, khususnya bisnis penerbangan dan pariwisata," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani kepada Republika.co.id, Senin, (3/2).

Bisnis sektor lain, lanjutnya, juga terdampak keputusan itu. Sebab, para pengusaha harus menunda laju serta ekspansi kegiatan ekonominya dengan China.

"Baik dalam hal perdagangan maupun investasi. Pelaku usaha jadi tidak bisa berkunjung ke sana untuk melakukan lobi, kontrol bisnis, atau mendatangkan tenaga ahli yang kita butuhkan," tutur dia.

Hanya saja mengingat urgensinya, kata Shinta, pengusaha bisa menerima kebijakan pemerintah tersebut. "Karena kami juga tidak ingin wabah yang menyebar di China juga menyebar di Indonesia, sebab hanya akan memperburuk kondisi ekonomi kita sendiri," ujar wanita yang juga pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu.

Dia melanjutkan, dengan kemajuan teknologi, pengusaha tetap bisa melakukan kontak bisnis dengan China demi menjaga relasi. Misal melalui conference call atau video call.

Kemudian jika sangat penting, menurut dia, bisa dilakukan pertemuan di daerah yang tidak dilarang penerbangannya oleh pemerintah, contohnya di Hong Kong. "Ini mungkin lebih berat untuk pelaku usaha yang perlu mendatangkan tenaga ahli dari China secara urgent atau mendadak sewaktu-waktu atau bagi pelaku industri pariwisata dengan porsi pendapatan signifikan dari turis asal China karena kondisi sekarang bisa menciptakan kerugian yang sulit digantikan," jelasnya.

Meski begitu, kata Shinta, pengusaha Indonesia masih tetap bisa mencari solusi alternatif. Di antaranya dengan mengalihkan promosi demi menarik turis negara lain atau mencari tenaga ahli alternatif dari negara lain pula.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto memprediksi virus corona yang mewabah di China akan mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Kontribusi turis China ke Indonesia mencapai sekitar 12 persen pada 2019.

"Kalau kita lihat ada larangan kunjungan dari Pemerintah China untuk bepergian ke negara lain dan ada juga larangan dari Indonesia, pasti nanti akan berdampak. Kalau ada larangan, pasti berpengaruh," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (3/2).

Suhariyanto menyampaikan sepanjang Januari-Desember 2019, kedatangan turis asal China mencapai 12 persen dari total kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia yang mencapai 16,11 juta kunjungan.

Artinya terdapat 2 juta kunjungan turis asal China ke Indonesia sepanjang tahun lalu. Angka ini turun tipis dari 2,1 juta kunjungan pada 2018.

"Jadi 12 persen itu kan se-perdelapannya dari 16,11 juta. Pasti akan berpengaruhi," kata Suhariyanto.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kalbar, Yuliardi Qamal memastikan tingkat hunian hotel akan anjlok saat Cap Go Meh di Singkawang karena dampak dari keputusan pemerintah yang melarang masuknya turis dari China ke Indonesia. "Dari sisi usaha tentu akan ada dampak pelarangan yakni tingkat hunian akan anjlok. Kita tahu untuk kegiatan Cap Go Meh bagaimana tahun-tahun sebelumnya dari China tentu ramai," ujarnya di Pontianak.

Menurut Yuliardi, anjloknya tingkat hunian hotel bisa mencapai 50 persen dibandingkan saat perayaan Cap Go Meh sebelumnya. "Dari informasi teman-teman agen perjalanan sudah banyak yang batalkan untuk ke Cap Go Meh. Nah itu tentu berkaitan dengan hunian hotel kita tentunya. Namun, mudahan jangan sampai anjlok benar karena wisatawan lokal atau Nusantara ada," jelas dia.

Hanya saja kata dia tentu untuk menyaksikan Cap Go Meh tentu ada kekhawatiran lainnya dari masyarakat atau wisatawan Nusantara berupa takut terkontaminasi dari jalur yang tidak terpantau. "Kita tahu memang saat ini pintu masuk dari luar dijaga ketat dari pihak terkait. Namun takut ada yang lolos. Kalau di keramaian, ada yang khawatir dan ada yang memilih tidak datang saja tentu lebih aman," jelas dia.

Dari sisi kepentingan kesehatan dan kemanusiaan, Yuliardi memaklumi adanya pelarangan. Menurutnya memang sudah semestinya kepentingan kesehatan lebih utama agar warga Kalbar tidak terpapar wabah virus corona dari negara luar.

"Dari sisi keselamatan dan kesehatan, kita setuju adanya pelarangan agar tidak terjangkiti virus corona. Kita berharap saja kondisi seperti ini segera lewat. Kita dari perhotelan juga minta pihak terkait di pintu masuk Kalbar dijaga ketat. Sehingga semua baik-baik saja," harap dia.

Ekonom juga mulai menurunkan penilaian pertumbuhan untuk China di tengah penyebaran wabah virus corona yang cepat. Situasi ini dinilai dapat memberikan pukulan terhadap ekonomi China.

Menurut analis perusahaan jasa investasi Hong Kong, Nomura Holdings, situasi sekarang ini diperkirakan belum yang terburuk. Jika dibandingkan dengan SARS (sindrom pernapasan akut), analis memperkirakan virus ini akan lebih memukul ekonomi China, dilansir dari Market Watch.

"Berdasarkan penelitian kami tentang karakteristik virus corona dan tanggapan pemerintah China sejauh ini, kami menganggap corona dapat memberikan pukulan yang lebih parah terhadap ekonomi China dalam waktu dekat dibandingkan dengan SARS pada tahun 2003," kata analis Nomura, Ting Lu, dalam sebuah catatan kepada klien.

Ting Lu mencatat wabah SARS memicu penurunan 2 poin persentase dalam produk domestik bruto China dari kuartal pertama hingga kuartal kedua tahun 2003.

"Berdasarkan asumsi kami, pertumbuhan PDB riil pada kuartal pertama 2020 secara material dapat turun dari laju 6,0 persen yang dicapai pada kuartal keempat 2019, pada skala yang mungkin lebih besar 2 percentage point (empat kali lipat) dari yang terdaftar selama wabah SARS pada tahun 2003," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement