Ahad 02 Feb 2020 19:09 WIB

Khofifah Pantau Akses Terputus Banjir Jember

Masa tanggap darurat banjir Jember ditetapkan 14 hari.

Relawan memperbaiki jalan di bantaran Sungai Jompo/Kalijompo yang tergerus banjir bandang dari Pegunungan Argopuro di Desa Klungkung, Sukorambi, Jember, Jawa Timur, Minggu (2/2/2020). Pemprov Jawa Timur mewaspadai potensi banjir bandang di kawasan sekitar tujuh gunung di Jatim yang musim kemarau lalu mengalami kebakaran hutan dan lahan, seperti Pegunungan Argopuro, Raung, Panderman, Semeru, Arjuno, Ijen juga Welirang.
Foto: ANTARA FOTO/Seno
Relawan memperbaiki jalan di bantaran Sungai Jompo/Kalijompo yang tergerus banjir bandang dari Pegunungan Argopuro di Desa Klungkung, Sukorambi, Jember, Jawa Timur, Minggu (2/2/2020). Pemprov Jawa Timur mewaspadai potensi banjir bandang di kawasan sekitar tujuh gunung di Jatim yang musim kemarau lalu mengalami kebakaran hutan dan lahan, seperti Pegunungan Argopuro, Raung, Panderman, Semeru, Arjuno, Ijen juga Welirang.

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memantau terputusnya akses jalan menuju lokasi banjir bandang. Ia bahkan bersama rombongan terpaksa harus berjalan kaki sepanjang 100 meter untuk meninjau lokasi banjir bandang tersebut di Desa Klungkung, Kabupaten Jember.

Bersama rombongan Gubernur Jatim, Ahad (2/2), didampingi Bupati Jember Faida, Kapolres Jember AKBP Alfian Nurrizal, dan Komandan Kodim 0824 Jember Lekkol Inf La Ode M. Nurdin.

Baca Juga

"Saya datang ke sini untuk melihat kondisi banjir, kemudian sarana dan prasarana apa yang rusak. Ada jalan yang tidak bisa dilewati karena terkikis banjir yang disertai lumpur," kata Khofifah di Jember.

Sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), lanjut dia, masa tanggap darurat maksimal 14 hari, tetapi Bupati bisa memutuskan berapa hari masa tanggap darurat tersebut disesuaikan dengan kondisi di lapangan. "Kalau Bupati Jember memutuskan masa pemulihan 1-6 hari maka masa tanggap darurat bisa lebih cepat yang disesuaikan kondisi daerahnya masing-masing," tuturnya.

Menurutnya penanganan pascabanjir bandang di Jember cukup cepat. Seperti dilakukannya pemasangan bronjong sehari setelah banjir dan kecepatan tersebut beriringan dengan terapi psikososial korban.

"Kalau rasa aman sudah muncul seperti jalan yang terkikis banjir sudah bisa dilewati, maka recovery secara psikosial sangat terbantu. Banjir bandang terjadi pada Sabtu (1/2) sore dan pagi hari ini sudah dipasang bronjong dan karung pasir oleh TNI, Polri, dan relawan secara gotong royong," katanya.

Ia meminta BPBD melakukan identifikasi korban banjir bandang diperjelas seperti rumah warga yang terkikis longsor dan warga yang mengungsi. Sehingga setelah masa tanggap darurat selesai, maka bisa dilakukan rekonstruksi yang harus diutamakan adalah layanan pendidikan, kesehatan, dan tempat ibadah.

"Alhamdulillah layanan pendidikan tidak terdampak banjir bandang di Jember, namun Bupati memastikan akses jalan menuju sekolah bisa dilalui dan disediakan kendaraan untuk menjemput siswa. Hal itu merupakan bagian dari terapi sosial, agar anak-anak bisa kembali sekolah dengan ceria," katanya.

Sementara Bupati Jember Faida mengatakan korban yang terdampak banjir bandang Kali Jompo tercatat sebanyak 137 kepala keluarga dan sebanyak 450 orang yang mengungsi. Di antaranya satu ibu hamil, 10 orang lanjut usia (lansia), dan sembilan balita.

"Ada akses jalan yang terputus. Sehingga hari ini kami menurunkan alat berat dan pihak Bina Marga memasang bronjong sepanjang 130 meter, meskipun yang terkikis banjir sepanjang 70 meter," tuturnya.

Menurutnya pemasangan bronjong tersebut dilakukan secara gotong royong bersama TNI, Polri, dan masyarakat, meskipun sudah ada jalan alternatif yang dibangun Polres Jember bersama pihak Perkebunan Kali Jompo. "Saya pastikan bahwa anak-anak bisa tetap berangkat sekolah, meskipun dengan kondisi jalan yang darurat. Kami akan fasilitasi keberangkatan dan kepulangan anak-anak sekolah," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement