Sabtu 01 Feb 2020 22:53 WIB

Polda Jabar Telusuri Motif Pembentukan Sunda Empire

Sebanyak tujuh orang anggotanya diperiksa untuk pengembangan penyidikan

Rep: Muhammad Fauzi Rdwan/ Red: Andi Nur Aminah
Polda Jabar memeriksa tujuh orang anggota Sunda Empire untuk pengembangan penyidikan (ilustrasi)
Foto: Republika/Djoko Suceno
Polda Jabar memeriksa tujuh orang anggota Sunda Empire untuk pengembangan penyidikan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Polda Jawa Barat terus mendalami motif di balik pembentukan kekaisaran Sunda Empire yang menghebohkan masyarakat beberapa waktu lalu. Sebanyak tujuh orang anggotanya diperiksa untuk pengembangan penyidikan pada, Sabtu (1/2).

Sebelumnya, Polda Jawa Barat telah menetapkan tiga petinggi Sunda Empire yaitu Nasri Bank, Ki Ageng Rangga Sasana dan Raden Ratna Ningrum sebagai tersangka. Mereka dinilai telah menyebarkan informasi bohong dan berpotensi menciptakan kegaduhan.

Baca Juga

"Masih dilakukan pemeriksaan kepada ketujuh anggota Sunda Empire. Hasilnya akan nanti disampaikan," ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Saptono Erlangga, Sabtu (1/2).

Ia mengatakan pihaknya masih belum menemukan motif penipuan dari keberadaan Sunda Empire. Menurutnya, petinggi Sunda Empire dipastikan melanggar pasal 14 dan atau 15 UU RI nomor 1 1946 dengan ancaman 10 tahun penjara.

"Motif lain didalami, dugaan penipuan belum ditemukan," ungkapnya. Ketiga tersangka ditahan di Mapolda Jawa Barat sejak ditetapkan sebagai tersangka.

Sebelumnya, Tiga tersangka kelompok Sunda Empire dijerat ancaman hukuman 10 tahun penjara atas upaya penyebaran berita bohong yang mengakibatkan keonaran. "Yang perlu disosialisasikan dalam kasus ini kepada tiga tersangka ini dalam konstruksi hukum penerapan Pasal 14 dan 15 KUHP dengan ancaman 10 tahun penjara," ujar Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol, Asep Adi Saputra di Jakarta, Jumat (31/1).

Pada bagian pokok Pasal 14 KUHP menyebutkan pelaku penyiaran berita bohong yang mengakibatkan keonaran diancam hukuman sepuluh tahun penjara. "Sebab apa yang disampaikan para tersangka kepada publik sudah dipastikan sesuatu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, demikian di pasal 15 KUHP," katanya.

Asep mengatakan penyidik menerapkan pasal tersebut karena sudah dilakukan pendalaman kasus secara komprehensif dengan melibatkan ahli bahasa hingga sosial budaya. "Sehingga penentuan tersangka sudah berbagai pertimbangan dan diskusi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement