REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) menganalisa, bencana banjir bandang yang menerjang kawasan Ijen, Bondowoso, Jawa Timur, akibat penumpukan batang pohon hingga alih fungsi lahan. Padahal rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) telah dilakukan sejak 2019 lalu.
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Djati Witjaksono Hadi mengungkap banjir yang terjadi di Bondowoso termasuk daerah aliran sungai (DAS) Jangkar dan daerah tangkapan air (DTA). Padahal, dia melanjutkan, banjir terjadi pada saat tak terjadi hujan di wilayah itu dan kemudian ditemukan material kayu dan ranting.
"Kemudian dari hasil survei diketahui bahwa terjadi pembendungan aliran air oleh penumpukan batang pohon yang sudah lapuk," ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (31/1).
Kemudian, dia melanjutkan, hujan di hulu yaitu Gunung Suket pada 20-23 Januari 2020 lalu terbentuk akumulasi air dan meningkatkan tekanan hidrolika ke bendung alami yang tidak stabil sehingga ambrol sehingga membawa material batang pohon kecil dan lumpur.
Selain itu, dia melanjutkan, aliran airnya kuat karena gradien antara hulu dengan hilir yang besar sebagai ciri daerah pegunungan. Tak hanya itu, ia menyebutkan berdasarkan citra satelit ada alih fungsi lahan menjadi perkebunan sayur kol/kubis yang menyebabkan tingkat erosi dan sedimentasi tinggi dan menurunkan kapasitas pengaliran. Selain itu ia menyebutkan ada luapan air sungai.
"Padahal kegiatan RHL hutan lindung telah dilakukan oleh Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Sukosari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bondowoso seluas 9,25 hektare area (ha)," ujarnya.
Kedepannya, ia menyebutkan RHL akan dilakukan di 518 hektare area (ha) hutan produksi. Ia menambahkan, rencana itu akan dilakukan Perum Perhutani. Selain itu, dia menambahkan, RHL hutan lindung seluas 200 hektare juga akan dilakukan di hulu daerah aliran sungai (DAS) yang akan dilakukan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Brantas Sampean.