Jumat 31 Jan 2020 20:28 WIB

Polda Sulut Tetapkan Tiga Tersangka Perusakan Mushala

Tiga tersangka memiliki peran berbeda, satu di antaranya merupakan provokator.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Polisi tetapkan tiga orang sebagai tersangka perusakan mushala.
Foto: Republika/Mardiah
Polisi tetapkan tiga orang sebagai tersangka perusakan mushala.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus perusakan tempat ibadah di Minahasa Utara, Sulut. Ketiganya sempat diamankan pascakejadian perusakan tersebut.

"Untuk tiga orang yang diproses oleh Polda Sulut telah ditetapkan tersangka mulai hari ini," jelas Kepala Humas Polda Sulut, Komisaris Besar Jules Abraham Abast, saat dihubungi, Jumat (31/1).

Baca Juga

Jules menjelaskan, ketiga tersangka tersebut berinisial Y, NS, dan HK. Ketiganya memiliki peran yang berbeda. Menurut Jules, Y berperan sebagai provokator sehingga terjadi kasus perusakan tempat ibadah tersebut. "Sedangkan yang dua lagi itu turut serta dan membantu melakukan," katanya.

Atas perbuatannya tersebut, ketiganya diduga melanggar melanggar pasal 170 KUHP subsider 406 KUHP Jo Pasal 55 dan 56 KUHP. Mereka kini mendekan di ruang tahanan Polda Sulut.

Sebelumnya, ia mengatakan polisi sepakat perusakan mushala di Perumahan Griya Agape, Desa Tumaluntung, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulut merupakan tindak pidana dan harus diproses secara hukum. Ia mengatakan akan ada penambahan tersangka kasus tersebut.

“Tidak menutup kemungkinan akan bertambah tersangka lain. Satu orang sudah kami amankan sebagai provokator dengan inisial Y," katanya saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Kamis (30/1).

Jules menambahkan, kejadian tersebut terjadi sekitar Rabu (29/1) pukul 18.30 Wita. Saat ini, ia hanya bisa mengklaim pengrusakan tersebut dilakukan oleh warga sekitar.

"Saat ini fokus kenapa mereka melakukan perusakan saja,” kata dia.

Dia mengatakan tersangka mengaku melakukan perusakan karena pembangunan mushala belum mendapatkan izin dari Pemda. Warga di sekitar situ 95 persen beragama Nasrani. "Sehingga mereka menolak dan saat ini mushala tersebut kami tutup dahulu,” kata Jules.

Ia mengaku bangunan tersebut tadinya merupakan balai pertemuan warga dan dijadikan sebagai mushala. Namun, ia belum bisa memastikan lebih lanjut siapa yang membangun mushala tersebut. Ia akan menelusuri kasus tersebut dengan membentuk tim gabungan Polda Sulut dan Polres Minut.

Jules mengaku tidak mengetahui siapa yang membangun tempat balai warga tersebut menjadi mushala. Menurutnya, kasus ini merupakan pertengkaran antarwarga perumahan, bukan organisasi masyarakat (ormas). Ia mengimbau warga yang lain tidak terpengaruh.

Jules menjelaskan sudah melakukan pertemuan antarwarga, Bupati Minut, Pemprov Sulut, tokoh agama dan sebagainya. Hasil kesepakatan pertemuan tersebut adalah surat izin pendirian tempat ibadah akan diurus secara resmi yang berjenjang melengkapi persyaratan yang ada. Jika persyaratan sudah dilengkapi, Bupati Minut akan mengizinkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement