Rabu 29 Jan 2020 23:11 WIB

MK Tolak Gugatan Syarat Pemilih Sudah Menikah

MK menolak gugatan syarat pemilih sudah menikah meskipun belum berusia 17 tahun.

MK Tolak Gugatan Syarat Pemilih Sudah Menikah
Foto: Republika/Prayogi
MK Tolak Gugatan Syarat Pemilih Sudah Menikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian terhadap UU Nomor 1 Tahun 2015 atau UU Pilkada terkait persyaratan pemilih yang sudah/pernah kawin meskipun belum berusia 17 tahun. Permohonan tersebut diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).

Dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (29/1), Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin sepanjang memenuhi persyaratan UU Nomor 1 Tahun 2015 dapat didaftar sebagai pemilih.

Baca Juga

Penggunaan hak memilih ditentukan saat seorang warga memiliki KTP atau identitas pengganti yang sah menurut hukum. Sementara menurut UU Administrasi Kependudukan, warga negara Indonesia atau orang asing yang memiliki izin tinggal tetap berusia minimal 17 tahun atau telah/pernah kawin wajib memiliki KTP.

"Dengan merujuk ketentuan tersebut, maka warga negara Indonesia, yang telah memiliki KTP, meski belum berusia 17 tahun, tetapi telah kawin atau pernah kawin, yang bersangkutan memiliki hak memilih dan dapat didaftarkan sebagai pemilih," ujar Suhartoyo.

Ketentuan ukuran dewasa dengan frasa "sudah/pernah kawin" pun terdapat dalam 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata), yakni diatur bila perkawinan dibubarkan sebelum usia 20 tahun, maka tidak kembali berstatus belum dewasa. Terkait dalil pemohon adanya ketidakadilan terhadap warga negara di bawah usia 17 tahun dan belum menikah, Mahkamah menegaskan secara administratif kelompok masyarakat tersebut belum memiliki KTP yang menjadi syarat menggunakan hak pilih.

"Menurut Mahkamah, bukan merupakan kebijakan yang bersifat diskriminatif karena hal tersebut tidak termasuk kategori diskriminasi karena keduanya tidak bisa dipersamakan terlebih diperlakukan sama," kata Suhartoyo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement