REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Kemarau panjang yang melanda wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Maluku setiap tahun selalu mengancam kehidupan 604 kepala keluarga atau 2.684 jiwa. Kemarau juga mengancam ribuan ekor ternak kerbau akibat sulitnya mendapatkan air baku.
"Kami terpaksa melayangkan surat permohonan pembangunan sarana air baku guna menyelamatkan ribuan warga dan ribuan ternak kerbau dari kekeringan akibat kemarau panjang setiap tahun," kata Kades Tounwawan, Lumosterd Tetrapoik yang dihubungi dari Ambon, Rabu (29/1).
Surat permohonan ke Menteri PUPR ini sudah dilayangkan sejak 6 Januari 2020. Tembusannya juga disampaikan kepada Kepala Pusat Air Tanah dan Air Baku Ditjen SDA Kementerian PUPR, ketua DPRD Maluku, Komisi III DPRD provinsi, Kepala Balai Wilayah Sungai Maluku, dan Bupati MBD.
Menurut dia, kemarau panjang setiap tahun yang biasanya dimulai sejak Juli hingga awal Desember membuat warga sulit mendapatkan air bersih. Bahkan kematian kerbau setiap tahun juga mengalami peningkatan. Pada 2019 terjadi kematian ternak kerbau antara 300 hingga 500 ekor khususnya di Desa Tounwawan dan beberapa dusunnya.
"Kematian ternak ini belum terhitung di desa-desa lain yang bila dijumlahkan bisa mencapai 1.000-an ekor kerbau," ujar kades.
Padahal pemkab MBD telah menetapkan Gunung Kerbau sebagai daerah tujuan wisata dengan iKon utama yakni Agrowisata Kerbau Moa (Artakemo). Oleh karena itu populasi di kawasan gunung tersebut perlu mendapatkan perhatian serius.
Selain sangat bermanfaat bagi masyarakat, pembangunan sarana air baku berguna mengatasi angka kematian kerbau dan ternak peliharaan warga lainnya. Maka sangat dibutuhkan adanya pembuatan kubangan sebagai tempat minum kerbau.
Dia mengaku di daerah tersebut memang ada sungai. Akan tetapi sungai mengering ketika berlangsung musim kemarau. Padang rumput yang menjadi tempat makan kerbau juga jadi kering.
Kematian kerbau dalam jumlah besar sangat merugikan warga karena biasanya bila dijual di pulau Moa maka harganya sekitar Rp 4 juta. Namun kalau antarpulau bisa mencapai Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per ekor.