REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti 24 dari 109 putusan selama 2019 tidak dipatuhi. MK mengungkapkan ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh akademisi Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 2019.
"Menjumpai angka 22,01 persen dari 109 putusan tidak dipatuhi seluruhnya, ini jelas mengundang tanda tanya besar. Temuan itu bukan saja penting bagi MK, akan tetapi juga patut menjadi perhatian kita bersama," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pleno khusus penyampaian laporan tahunan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (28/1).
Mengutip hasil penelitian tersebut, Anwar Usman mengatakan tingkat kepatuhan masih lebih tinggi daripada tingkat ketidakpatuhan dengan perbandingan 54,12 persen berbanding 22,01 persen. Namun, adanya ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, selain bertentangan dengan doktrin negara hukum, juga merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.
Walaupun konstitusi merupakan hukum dasar tertinggi dalam bernegara, kata Anwar Usman, apabila tidak ditegakkan dan ditaati, UUD NRI 1945 tidak akan berarti apa-apa. "Jika demikian faktanya, negara hukum yang kita cita-citakan masih menjumpai tantangan berat. Sejarah di berbagai belahan dunia sejak zaman dahulu membuktikan, manakala konstitusi tidak diindahkan, maka menjadi awal runtuhnya sebuah bangsa," ucap dia.
Ia menegaskan kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi mencerminkan kedewasaan dan kematangan sebagai negara demokrasi berdasarkan hukum. Sepanjang 2019, Mahkamah Konstitusi menangani 122 perkara pengujian undang-undang dengan sebanyak 85 perkara diterima pada 2019 dan 37 perkara dari 2018.