Selasa 28 Jan 2020 05:05 WIB

Pemerintah tak Bisa Andalkan Cukai Tembakau dan Alkohol

Di Thailand ada cukai kendaraan bermotor karena asap dianggap sumber polusi.

Petani memetik daun tembakau saat berlangsungnya musim panen (ilustrasi).
Foto: Antara/Siswowidodo
Petani memetik daun tembakau saat berlangsungnya musim panen (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom mendorong pemerintah segera melakukan ekstesifikasi cukai atau perluasan objek cukai agar upaya menurunkan dampak negatif suatu produk ke masyarakat maupun lingkungan berjalan efektif.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pemerintah tidak bisa mengandalkan terus menerus pada penerimaan cukai hanya pada produk hasil tembakau, alkhohol, dan minuman beralkohol.

Pasalnya target penerimaan cukai terus tumbuh setiap tahun sedangkan barang kena cukai hanya tiga objek. Objek kena cukai tidak berubah sejak undang-undang cukai diberlakukan pada tahun 1995 hingga saat ini.

“Jika pungutan cukai hanya ketiga objek ini, tidak akan mendukung penerimaan cukai ke depan,” kata Bhima dalam rilisnya, Senin (27/1).

Dia membandingkan objek cukai di Indonesia dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Objek cukai di Indonesia tertinggal dengan objek negara-negara ASEAN yang mana rata-rata negara di kawasan ini memungut cukai pada tujuh objek.

“Bahkan di Thailand ada cukai kendaraan bermotor karena asapnya dianggap jadi sumber polusi udara,” ujar dia.

Bhima menilai terdapat objek potensial lainnya yang semestinya dikenakan pajak oleh pemerintah, seperti minuman berpemanis, plastik kemasan, hingga kendaraan bermotor pribadi adalah objek yang ideal dikenakan cukai. Objek-objek tersebut perlu dikendalikan peredarannya di masyarakat sebagai bentuk pengendalian eksternalitas negatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement