Selasa 28 Jan 2020 00:13 WIB

ICW: Penghentian Perkara KPK Jangan Atas Dasar Subjektivitas

ICW berharap KPK mengkaji matang wacana menghentikan sejumlah perkara.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ilustrasi)
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramdhani berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar mengkaji rencana penghentian penyelidikan dan penyidikan sejumlah kasus. Jika memang hal itu dilakukan, ICW berharap penghentian sebuah perkara tidak atas dasar subjektivitas.

"Harus dijelaskan apabila mau hentikan perkara harus jelas tolak ukurnya apa. Jangan sampai penghentian perkara atas dasar subjektifitas semata," ujar Kurnia kepada Republika.co.id, Senin (27/1).

Baca Juga

Kurnia menilai, adanya kemungkinan penghentian kasus merupakan salah satu poin buruk dari UU KPK yang baru. Menurutnya, selama ini perkara di KPK yang sudah masuk ke persidangan.

"Dan tingkat pembuktian KPK sampai hari ini kan masih 100 persen. Berarti kan no problem di KPK," katanya.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan adanya kemungkinan bahwa pihaknya akan menghentikan sejunlah kasus. Pasalnya, lembaga yang ia pimpin memiliki tunggakan penanganan kasus korupsi sebanyak 113 perkara selama 2008-2020.

"Perkara ini akan dilakukan evaluasi apakah akan dihentikan atau dilanjutkan penyidikannya. Atau apakah akan dilimpahkan kepada instansi berwenang lain," ujar Firli di ruang rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1).

Nantinya, KPK akan mengevaluasi sejumlah perkara yang dinilai tidak layak untuk dilanjutkan. Pasalnya, ia tak ingin membuat nasib tersangka terkatung-katung tanpa ada kepastian hukum.

"Kita tak mau menggantung-gantung status orang. Bahkan ada yang meninggal dunia masih tersangka juga, itukan tidak boleh," ujar Firli.

Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu menjelaskan, kasus akan dihentikan dengan landasan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di mana jika tidak memenuhi unsur tindak pidana dan tidak cukup alat bukti. Dengan begitu KPK bisa menghentikan kasus yang tidak ditemukan kerugian negara.

"Tersangka adalah karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan cukup atau diduga sebagai pelaku pidana. Kalau tidak ada ya kita hentikan saja," ujar Firli.

Namun jika kasus dilanjutkan, KPK akan menerbitkan surat perintah penyelidikan lanjutan. Jika penyelidikan dilanjutkan, pihaknya tentu akan meminta izin untuk menyita, menggeledah, dan menyadap kepada Dewan Pengawas.

"Sampai hari ini kita tidak melakukan penyadapan. Kalau ada surat perintah penyelidikan baru yang akan penyadapan tentu kami akan ajukan proses ke dewan pengawas," ujar Firli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement