REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas merespons terkait rencana pemerintah menghapus tenaga honorer. Pria yang akrab disapa Gus Yaqut tersebut menilai penghapusan tenaga honorer adalah langkah awal yang cukup tepat untuk perampingan birokrasi.
"Namun harus disertai solusi bagi tenaga honorer yang masih ada," kata Yaqut, Senin (27/1).
Selain itu, pemerintah pusat juga harus meningkatkan sinerginya dengan pemerintah daerah. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan agar program pemerintah pusat dapat berjalan optimal di daerah.
Sebelumnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) bakal melakukan pengurangan tenaga honorer secara perlahan di pemerintah pusat maupun daerah. Pengurangan tenaga honorer ini sudah dilakukan sejak 2018 dan nantinya akan dihapus pada 2023. Sehingga saat ini memasuki masa transisi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2019.
"Iya pelan-pelan transisinya. Masa transisi itu lima tahun sejak 2018 sampai 2023. Dalam jangka waktu tersebut silahkan para tenaga honorer mengikuti prosedur untuk seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) sesuai persyaratan yang ada ya," kata Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan RB Setiawan Wangsaatmaja di Gedung Kemenpan RB, Jakarta Selatan, Senin (27/1).
Kemudian, ia mengaku dalam masa transisi ini pemerintah pusat maupun daerah masih boleh mengambil tenaga honorer tetapi harus diperhitungkan sesuai kebutuhan. Lalu, para tenaga honorer harus diberi gaji sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) di wilayahnya.
Ia mengaku belum tahu sampai kapan gaji UMR ini diberikan kepada tenaga honorer. Saat ini ia sedang melakukan evaluasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).