Jumat 24 Jan 2020 18:17 WIB

Kementerian ESDM Gunakan Simulator untuk Sertifikasi

Penggunaan simulator ini, pertama kali di Indonesia.

Rep: Arie Lukihardianti / Red: Agus Yulianto
Pusat Pengembangan SDM Kelistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) Kementrian ESDM akan mulai menggunakan simulator dalam proses pelatihan dan sertifikasi kompetensi ahli pembangkit listrik.
Foto: Istimewa
Pusat Pengembangan SDM Kelistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) Kementrian ESDM akan mulai menggunakan simulator dalam proses pelatihan dan sertifikasi kompetensi ahli pembangkit listrik.

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDUNG -- Pusat Pengembangan SDM Kelistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) Kementrian ESDM akan mulai menggunakan simulator dalam proses pelatihan dan sertifikasi kompetensi ahli pembangkit listrik. Penggunaan simulator ini, pertama kali di Indonesia.

Menurut Kepala Pusat PPSDM KEBTKE Laode Sulaeman, setiap tahun tak kurang dari 5000 orang mengikuti diklat dan sertifikasi kompetensi di PPSDM KEBTKE. "Jadi untuk kelistrikan ini belum ada simulator. Akhirnya kita belajar teori saja. Sebetulnya di kantor kami ada, simulator untuk pembangkit listrik tenaga surya. Tapi skala kecil," ujar Laode Sulaeman saat ditemui dalam acara Penandatanganan Kerjasama Kementerian ESDM dengan SIMGENIC Indonesia  terkait sertifikasi kompetensi  bidang Pembangkit Listrik berbasis Operator Training Simulator (OTS) di Bandung, Jumat (24/1).

Menurut Laode, dengan adanya simulator intinya semua bisa paham dulu sistemnya. Sebab, kalau manual, dalam pengambilan putusan tidak bisa cepat. Karenanya, kata dia, simulator menjadi sebuah kebutuhan untuk mendukung  penguatan SDM. Saat ini di Indonesia, ada lebih dari 100 pembangkit listrik. 

Idealnya, kata dia, di semua pembangkit ini ada simulator sehingga pemahaman sumber daya manusia (SDM) akan lebih mudah selain juga jika ada masalah akan lebih mudah pula dalam mencari solusi.

"Dengan simulator semua bisa disimulasikan. Beda dengan manual, tidak bisa cepat," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, kampus-kampus pun seharusnya sudah mulai memasukkan simulator dalam proses pembelajaran. Sehingga, ketika terjun ke industri sertifikat kampusnya dilengkapi dengan sertifikat kompetensi yang mendukung ke industri.

Apalagi, kata Laode, saat ini ada program pembangunan pembangkit 35 ribu megawatt yang akan dibangun di seluruh Indonesia. Setidaknya, dibutuhkan 65 ribu tenaga kerja ahli di bidang tersebut yang semuanya harus disertifikasi.

"Data awal saja butuh 65 ribu tenaga kerja. Mereka semua harus sertifikasi. Dengan simulator maka prosesnya akan lebih cepat selain pemahaman yang juga lebih bagus. Beda dengan kita belajar teori saja," katanya.

Sementara menurut Direktur Utama DAS Aviation Training Center (DATC) yang juga perwakilan SIMGENIC USA Ikhsan Amin, untuk mengendalikan pembangkit skala besar bukanlah hal yang mudah. Namun dengan simulator, SDM akan mampu mengoperasikan pembangkit baik dalam kondisi normal maupun saat kondisi darurat.

"Melalui penggunaan simulator dapat memberikan sistem pembelajaran tentang pembangkit listrik secara holistik dan terintegrasi, bahkan asesor dapat memilih berbagai skenario dalam uji kompetensi," katanya.

Menurut Ikhsan, hingga saat ini kurikulum pendidikan kelistrikan baik di program vokasi maupun tingkat universitas belum mensyaratkan penggunaan simulator sebagai media pembelajaran. Berbeda dengan pendidikan pilot di mana simulator menjadi sebuah keharusan.

"Oleh karenanya simulator di bidang SDM kelistrikan ini menjadi yang pertama di Indonesia," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement