REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris tak memungkiri bila revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cenderung melemahkan lembaga antirasuah. Untuk itu, Haris mengatakan kehadiran dewan pengawas (Dewas) untuk menahan laju pelemahan KPK.
"Kita semua sudah tahu, revisi UU KPK itu cenderung melemahkan KPK. Oleh karena itu, publik harus mengawasi," ujar Haris di Jakarta, Kamis (23/1).
Haris mengatakan, jangan sampai pelemahan dengan terbitnya UU nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan UU nomor 30 Tahun 2002 itu berujung pada hilangnya kemampuan KPK dalam memberantas korupsi. Oleh karenanya, Haris menegaskan dirinya dan empat anggota Dewas lainnya tengah bertugas untuk menahan laju pelemahan lembaga antirasuah.
"Nah melalui kewenangan dan tugas yang dimiliki Dewas itu kami berusaha menahan laju pelemahan KPK. Menahan laju pelemahan KPK," katanya.
Syamsuddin pun memaparkan tugas dari Dewas itu sendiri yang tertera dalam UU nomor 19 Tahun 2019. Pertama, katanya, melakukan pengawasan terhadap tugas dan kewenangan KPK. Kedua, memberi izin atau tidak memberi izin untuk penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.
Ketiga menyusun kode etik bagi pimpnan dan pegawai KPK. Keempat menerima pengaduan publik mengenai kode etik . "Kelima, menegakkan kode etik. Keenam mengevaluasi pimpinan dan pegawai kpk," ucapnya.
Sekertaris Jenderal TII Dadang Trisasongko menyampaikan untuk membuat kemajuan nyata melawan korupsi dan menciptakan politik yang berintegritas perlu ada beberapa pembenahan di beberapa elemen. Untuk di lembaga antirasuah, kata Dadang, seluruh elemen organisasi di KPK harus menjaga independensinya dengan menjunjung tinggi etik dan integritasnya.
"Penegakan etik dan integritas dilakukan dengan tidak membuka jalan bagi masuknya pengaruh dari kepentingan politik tertentu yang justru akan melemahkan agenda pemberantasan korupsi," tuturnya
KPK, sambung dia, harus memperkuat kapasitas dan kelembagaan dalam pencegahan dan penegakan hukum antikorupsi yang didukung penuh oleh semua elemen. Lembaga antirasuah juga harus menjadi trigger mechanism dalam melakukan koordinasi dan supervisi kepada aparat penegak hukum lain.
"KPK juga harus meningkatkan perannya sebagai koordinator sekertariat Strategi Nasional Pencegahan Korupsi sebagai bagian dari upaya penguatan upaya pencegahan korupsi di Indonesia," ujarnya.