REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan untuk menaikkan indeks Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) menjadi Rp 150.000 per keluarga penerima manfaat (KPM) per bulan. Angka ini mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar Rp 110 ribu per KPM per bulan.
Selain mengalami kenaikan indeks, BPNT juga mengalami perluasan jenis cakupan bantuan. Bila sebelumnya penerima bantuan non-tunai hanya bisa menukarnya dengan beras dan telur ayam, kini BPNT bisa digunakan untuk 'membeli' bahan pangan lokal seperti sagu, jagung, tahu, atau tempe.
Menteri Sosial Juliari Batubara menjelaskan, perluasan jenis cakupan BPNT bertujuan untuk menekan angka stunting yang dialami anak-anak Indonesia. BPNT diharapkan bisa memenuhi kebutuhan gizi untuk anak-anak, disesuaikan dengan kebutuhan pangan di setiap daerah.
"Misalnya di daerah Papua banyak ikan segar dan sukanya Sagu, lalu di Nusa Tenggara Timur populemya jagung atau di Jawa nyamannya tempe dan tahu," ujar Juliari dalam sosialisasi program sembako tahun 2020, Rabu (22/1).
Juliari menambahkan, bahan pangan tambahan seperti sayur, buah-buahan, ikan segar, daging, dan kacang-kacangan bisa diolah menjadi makanan pendamping ASI (MPASI). Bahan pangan tambahan, ujarnya, juga dapat meningkatkan varian gizi yang didapat oleh ibu hamil.
Sementara itu, distribusi BPNT tidak mengalami perubahan. Juliari menyebutkan bahwa bantuan nontunai disalurkan melalui e-walet yang dikerjasamakan dengan empat bank pemerintah, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN.
"Uangnya bisa dibelanjakan di e-warong yang ada di daerah," kata Juliari.