REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK -- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menyebutkan, musim hujan yang melanda beberapa daerah di Indonesia memengaruhi harga minyak goreng di pasaran. Ia memantau harga minyak naik dibanding biasanya.
"Musim hujan memberi pengaruh atas naiknya harga minyak goreng, karena pada musim hujan dibutuhkan biaya lebih untuk pemrosesan tambahan akibat cuaca yang memengaruhi kandungan fatty acid yang ada dalam minyak kelapa sawit mentah," kata Emil di Kabupaten Gresik, Selasa.
Emil usai meninjau pabrik minyak goreng PT Wilmar Nabati mengatakan, akibat musim hujan, khususnya di triwulan empat ada tambahan biaya pemrosesan akibat kondisi cuaca tersebut, sehingga mempengaruhi harga di pasaran. Mantan bupati Trenggalek ini mengatakan, sengaja melakukan kunjungan ke pabrik itu untuk mencari tahu faktor yang menjadi pemicu naiknya harga minyak goreng yang cukup tinggi di pasaran.
“Kami ke sini memang utamanya karena minyak goreng, ada suatu kekhawatiran apakah kemudian harga ini akan terus meningkat dan apa sebabnya," katanya.
Selain faktor cuaca, menurut Emil, juga disebabkan harga bahan baku minyak goreng, yaitu minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Harganya mengalami peningkatan cukup signifikan, sehingga pihak pabrik melakukan penyesuaian harga minyak goreng hingga di tingkat distributor.
Emil mengatakan, penerapan bio diesel oleh pemerintah juga memberi kontribusi naiknya harga minyak goreng pada beberapa kurun terakhir. Suplai CPO untuk minyak goreng pun harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk suplai bio diesel.
"Memang dengan diterapkannya bio diesel, suatu hal yang lumrah bahwa terjadi dorongan terhadap harga, karena permintaan yang meningkat akan ada tendensi untuk harga itu naik di produk bahan bakunya, di CPO nya," katanya.
Sementara untuk mengendalikannya, Emil mengatakan, Pemprov Jatim akan melakukan pengecekan harga dari distributor ke konsumen untuk menghindari adanya permainan harga dari pihak-pihak tertentu. Namun, ia butuh waktu untuk melakukannya.
"Kami mau mengecek dulu hitungannya, apakah kemudian perubahan harga sampai ke distributor, itu merefleksikan juga harga di konsumen hari ini, apa jangan-jangan kenaikan harga di konsumen terlalu tinggi dibandingkan dengan harga di distributor, kami mohon waktu untuk melakukan pengecekan," tuturnya.
Berikutnya, melihat komposisi inflasi yang disumbang naiknya harga minyak goreng terhadap total belanja rumah tangga. Hal ini dikhawatirkan akan memicu kenaikan pada komoditi lainnya.
Menurutnya, komoditi lain yang tidak memiliki benang merah dengan minyak goreng tidak akan memiliki alasan untuk menaikkan harga. Langkah terakhir, menurut Emil, adalah memberikan opsi varian kemasan minyak goreng yang lebih kecil dan lebih ekonomis menggunakan pillow packaging, karena membuat harga minyak goreng menjadi lebih terjangkau bagi konsumen.
"Kami akan mencoba melakukan test market, dengan kemasan ini bisa tidak untuk melakukan sebuah koreksi harga kalau terjadi peningkatan harga yang tidak proporsional," katanya.