Rabu 22 Jan 2020 06:19 WIB

Korban Perdagangan Manusia Dijerat Lewat Media Sosial

Para korban juga diberikan pil khusus untuk menahan proses menstruasi.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Prostitusi - ilustrasi
Foto: Antara
Prostitusi - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi mengungkap praktik perdagangan manusia dengan mengeksploitasi anak berusia sekira 14 sampai 18 tahun di Kelurahan Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (13/1). Anak-anak di bawah umur itu dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK) untuk melakukan hubungan seks dengan pria hidung belang di sebuah kafe remang-remang.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengatakan, polisi telah menangkap dan menetapkan enam tersangka atas kasus perdagangan manusia terhadap 10 anak di bawah umur tersebut. Keenam tersangka itu berinisial R atau biasa dipanggil mami A, mami T, D alias F, TW, A, dan E.

Yusri mengatakan, setiap tersangka memiliki peran yang berbeda dalam mencari dan menjual para korban. Misalnya, tersangka mami A berperan sebagai pemilik kafe di wilayah Penjaringan yang dijadikan sebagai lokasi penjualan anak tersebut.

"Dia (mami A) juga memaksa anak-anak berusia di bawah umur untuk berhubungan badan dengan tamu yang datang ke kafe," kata Yusri dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (21/1).

Tersangka berikutnya, yakni mami T, berperan sebagai muncikari. Ia juga tak jarang memaksa anak-anak berusia di bawah umur tersebut untuk berhubungan seksual dengan para tamu.

Dua tersangka lainnya, yaitu D alias F dan TW, berperan mencari anak-anak di bawah umur melalui media sosial dengan iming-iming tawaran pekerjaan berpenghasilan besar. Setelah itu, keduanya menjual anak-anak tersebut kepada kedua tersangka yang biasa dipanggil mami dengan harga Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta.

Sementara itu, A dan E merupakan anak buah tersangka yang biasa dipanggil mami. "Mereka (tersangka A dan E) bekerja sebagai cleaning service di kafe tersebut," ujar Yusri.

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Kabag Bin Opsnal Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto memaparkan, dalam sehari para korban dipaksa untuk melayani 10 lelaki hidung belang. Ia menyebut, jika korban tidak memenuhi jumlah itu, mereka akan dikenakan denda.

"Para pelaku sangat sadis karena setiap korban harus melakukan perbuatan itu sehari minimal 10 kali. Apabila tidak mencapai itu, para korban didenda," kata Pujiyarto.

Pujiyarto menjelaskan, denda yang dikenakan kepada para korban jika tidak memenuhi target dalam sehari sebesar Rp 50 ribu. Denda itu akan dipotong dari upah para korban yang dibayar tiap dua bulan sekali.

Selain itu, dia menambahkan, para korban juga diberikan pil khusus untuk menahan proses menstruasi. Tujuannya agar para korban dapat terus melayani tamu sesuai dengan target yang sudah ditentukan.

"Mereka enggak boleh menstruasi karena kalau menstruasi akan mengurangi jatah tamunya," ujar Pujiyarto.

Di sisi lain, dia mengatakan, para tersangka tidak memperhatikan kondisi kesehatan dan tempat penampungan korban. Ia menyatakan, tidak adanya pemeriksaan kesehatan berkala yang sangat berpotensi terhadap penularan berbagai penyakit.

Kepala Balai Kementerian Sosial (Kemensos) Neneng Heriyani mengatakan, saat diamankan, beberapa korban di bawah umur itu mengalami luka pada bagian alat kelaminnya. Kemensos bakal segera melakukan pemeriksaan kepada para korban untuk meminimalisasi adanya penyakit dari luka tersebut.

"Ada indikasi beberapa anak terkena infeksi di bagian alat kelaminnya, kami segera lakukan pemeriksaan kesehatan," kata Neneng.

Neneng juga menambahkan, pihaknya akan memastikan para korban mendapatkan perawatan medis sampai sembuh. Selain itu, Kemensos juga akan menjamin pemulihan trauma untuk para korban.

Saat ini, keenam tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya. Polisi akan mendalami kemungkinan jumlah korban yang masih bisa bertambah serta menyelidiki asal pil yang digunakan para tersangka untuk menahan proses menstruasi korban-korbannya.

Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak //juncto// Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement