REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Danone melalui PT Sarihusada telah melakukan program Peningkatan Mutu Susu (PMS). Program ini merupakan perwujudan dari visi Danone one planet one health, yang meyakini kesehatan manusia dan kesehatan bumi saling terkait.
Program ini bekerja sama dengan praktisi dari Universitas Gajah Mada (UGM), sebagai pendampingan bagi peternak lokal yang ada di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pendampingan ini dilakukan agar dihasilkannya susu peternak lokal yang berkualitas tinggi.
“Program Peningkatan Mutu Susu (PMS) dilakukan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh peternak lokal, seperti keterbatasan bibit sapi yang berkualitas, keterbatasan lahan penanaman hijauan, keterbatasan pakan konsentrat yang berkualitas dengan harga terjangkau, dan rendahnya minat generasi muda menjadi peternak,” tutur Head of Raw Material Ingredients C&P Danone Indonesia, Agus Budianto, dalam sharing session bersama media di Sop Djadoel Sambisari, Sleman, Selasa (21/1).
Ia juga menuturkan, meningkatkan kualitas susu bukanlah perkara yang mudah dan sederhana. Dibutuhkan upaya yang komprehensif dari hulu ke hilir, kolaborasi antara Pemerintah Daerah Sleman, pakar peternakan, dan PT Sarihusada.
Program PMS ini telah berjalan selama 29 tahun dan telah menjalin hubungan dengan beberapa koperasi yang ada di Yogyakarta. Seperti Koperasi Susu Warga Mulya (Bunder, Purwobinangun Pakem), Koperasi Susu Merapi Sejahteara (Plosokerep, Umbulharjo, Cangkringan), dan lain-lain.
Koperasi Susu Warga Mulya bekerja sama dengan 12 kelompok ternak. Memiliki jumlah anggota 206 orang, dengan jumlah populasi sapi yang dikelola sebanyak 434 ekor. Adapun Koperasi Susu Merapi Sejahteara bekerjasama dengan delapan kelompok ternak, memiliki anggota 161 orang, dengan jumlah populasi sapi mencapai 600 ekor.
Selain itu, Universitas Gajah Mada (UGM) dan PT Sarihusada melakukan pendampingan peternak. Seperti diadakannya penyuluhan terhadap kualitas susu segar, pakan sapi perah, produksi sapi perah, dan perkandangan sapi perah.
Salah satu tantangan besar peternak adalah kualitas yang belum layak diterima industri. Untuk itu diadakan penerapan good farming practices dan good manufacturing practices di beberapa peternak binaan.
Dari hasil penerapan tersebut didapatkan susu segar dengan kualitas yang jauh lebih baik. Dengan angka kuman yang terus menurun dari 1,2 juta menjadi dibawah 1 juta. “Ilmu yang dimiliki peternak perlu disambungkan dengan ilmu dari dunia ilmiah. Seperti perguruan tinggi,” tutur Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada (UGM), Sigit Bintara.
Sigit juga menambahkan, bahwa program kemitraan ini sangat membantu memberikan ruang bagi akademi dan keilmuan. Bersama Sarihusada telah ia memberdayakan 1.128 peternak lokal di daerah Yogyakarta, Klaten, dan Boyolali yang ia namai dengan kampus peternak. Kegiatan tersebut melibatkan empat koperasi dan satu Merapi Project, yang memelihara 1500 susu laktasi dan 3203 sapi perah.
“Meskipun banyaknya sapi perah yang di kelola oleh peternak, sejauh ini wilayah binaan Sarihusada sudah terbebas dari antraks,” tutur Sigit pada wartawan
Ia mengungkapkan apabila sapi perah terjangkit antraks, maka tidak hanya berpengaruh pada susu yang dihasilkan tapi juga akan menular pada sapi yang lainnya. Sehingga diharuskan adanya pemotongan dan pembakaran sapi. Ini dilakukan agar bibit antraks musnah.
Selain itu, upaya yang dilakukan Sarihusada untuk menjaga kualitas adalah dilakukannya monitoring. Mulai dari sapi yang sehat, air minum yang tercukupi, serta susu yang steril dari kuman.
Jika ditemukannya sapi yang sakit, maka harus dilakukan vaksinisasi. Dan produksi susu pun dihentikan selama 2 pekan untuk mengantisipasi dihasilkannya susu yang tidak steril.
Selain penyakit antraks, Sarihusada juga mengantisipasi dari penyakit bruselosis, Sebuah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada tahun 2013 penyakit ini pernah menyerang di sejumlah peternakan sapi perah di Merapi dan menyebabkan harus dipotongnya 40 ekor sapi.