Ahad 19 Jan 2020 22:08 WIB

'Penguatan Wawasan Kebangsaan Harus dari Hal Kecil'

Saat ini ada sekitar 600-an orang Indonesia eks anggota ISIS yang ditahan di Suriah.

ISIS
Foto: Reuters
ISIS

REPUBLIKA.CO.ID,REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tipisnya rasa nasionalisme menjadi salah satu penyebab maraknya penyebaran radikalisme yang anti-Pancasila, anti-NKRI, anti-UUD 45, dan anti-Bhinneka Tunggal Ika, dalam dekade 20 tahun terakhir. Sejak era reformasi lalu, kelompok pengusung radikalisme leluasa melakukan penyebaran pahamnya melalui berbagai sektor kehidupan akibat empat konsensus nasional, Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika seakan ditinggalkan.

“Itulah kenapa saya hari ini berada di depan kurang lebih 300-an para pejabat PT Pos Indonesia untuk memberikan ceramah wawasan kebangsaan berkaitan radikalisme,” ujar Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis dalam siaran persnya, Ahad (19/1) malam.

Hendri menjelaskan wawasan kebangsaan tidak lain adalah empat konsensus nasional tersebut yang merupakan kekuatan bangsa Indonesia. Oleh karena itu setiap warga negara harus memiliki wawasan kebangsaan agar Indonesia menjadi negara besar, berdaulat, adil, dan makmur.

“Itu sebabnya kami telah menandatangani MoU dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila(BPIP) agar kita lebih mengedepankan ideologi Pancasila yang selama ini telah banyak ditinggalkan anak-anak sekolah,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, selama ini Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius selalu mengajak agar penguatan wawasan kebangsaan itu dilakukan mulai dari hal-hal yang kecil. Salah satunya dengan menggelar upacara bendera setiap senin di kementerian, lembaga-lembaga negara, dan sekolah-sekolah.

“Kita sudah mulai di lingkungan BNPT, setelah ini kami akan terus sosialisasikan dan kita sebarkan ke kementerian dan lembaga-lembaga negara. Seperti melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar upacara bendera kembali digalakkan di seluruh sekolah di Indonesia,” papar mantan Komandan Grup 3/Sandha Kopassus itu.

Hendri menegaskan, betapa dahsyatnya ancaman radikalisme bila terus masuk ke Indonesia. Ia mencontohkan, saat ini ada sekitar 600-an orang Indonesia eks anggota ISIS yang saat ini menempati barak-barak tahanan di Suriah. Mereka telah menyatakan ingin pulang ke Indonesia, setelah impiannya mereka hidup bersama ISIS hancur lebur, pasca kekalahan total kelompok teroris tersebut.

“Mereka telah dirasuki ideologi ISIS dan itu tidak mudah untuk menghilangkan dan mengembalikan ideologi mereka seperti dulu. Ini menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan,” jelas mantan Danrem 173/Praja Vira Braja ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement